HUT ke-160 Gereja Kristen Injili di Tanah Papua

Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKITP) yang beraliran Protestan Reformed dan berpusat di Jayapura didirikan pada tanggal 26 Oktober 1956, tetapi semasih di abad ke-19 pada th 1855 di pulau Mansinam tiba tokoh dari Badan Misi Gossner Jerman dan mendirikan di sana rumah misi pada th 1856. Sedemikian rupa pada tahun ini GKITP berulang tahun yang ke-160.

Ketua baru Parisada Hindu Dharma Indonesia

Sidang dalam rangka Mahasabha XI Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sempat berlangsung alot pada Minggu (23/10/2016). Berdasar ungkapan-ungkapan di laman baliberkarya.com, perdebatan sengit terjadi di hari ketiga, yang memasuki agenda usulan bakal calon Ketua Sabha Pandita (Dharma Adyaksa), Ketua Sabha Walaka dan Ketua Pengurus Harian Pusat PHDI masa bakti 2016-2021.
  “Tadi sempat alot dan memanas saat pembahasan usulan kepengurusan, terutama mengenai nama calon Dharma Adyaksa PHDI,” ujar sumber yang mengikuti Mahasabha XI yang digelar di Hotel Utami Jl. Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (23/10/2016). Saat ditemui di lokasi acara, sumber ini mengungkapkan bahwa ketika seorang peserta menyebut jelas nama bakal calon Ketua Sabha Pandita, ada peserta lainnya tak terima sembari berujar,”Jangan sebut nama,” kata sumber tersebut menirukan teriakan seorang peserta mahasabha. Tidak hanya walaka, para sulinggih pun turut berbeda pendapat. Saat jeda rapat komisi, sejumlah peserta mahasabha tampak berkumpul di sejumlah titik. Obrolan mengenai alotnya rapat tak berhenti. Mereka membahas ihwal bagaimana panasnya rapat paripurna dan rapat komisi. Tim keamanan yang memakai kaus bertuliskan pecalang di dada bagian kanan harus turun tangan. “Ada juga yang sampai dilerai pecalang yang bertugas,” kata sumber tersebut. Kendati demikian, acara berjalan dengan aman dan lancar. Perbedaan pendapat tersebut tak sampai membuat suasana gaduh.
 Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya terpilih sebagai Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Selain memilih Wisnu yang pernah menjabat Pangdam IX/Udayana, Mahasabha juga memilih Nengah Dana sebagai Ketua Sabha Walaka PHDI. Salah satu panitia Mahasabha XI AKP I Made Sukama mengatakan sebelum pemilihan Wisnu, ada lima calon Ketum PHDI. Mereka adalah KS Arsana SPsi, Drs Erlangga Mantik, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, Marsekal TNI (Purn) Ida Bagus Putu Dunia dan Kolonel Inf (Purn) I Nengah Dana. Sebelumnya Sang Nyoman Suwisma yang Ketua Pengurus Harian PHDI Pusat periode 2011-2016, mengaku tidak akan mencalonkan diri kembali.

RAPAT PERINGATAN SHOLAWAT WAHIDIYAH

Pada tanggal 20-23 Oktober y.b.l. di Pondok Pesantren Kedunglo, Kediri, Jawa Tengah pernah menjadi rapat "MUJAHADAH KUBRO PERINGATAN HAUL MBAH KH. MOHAMMAD MA'ROEF RA. DAN ULANG TAHUNLAHIRNYA SHOLAWAT WAHIDIYAH", mengikut ungkapan di laman pondok yts Pengamalwahidiyah.org.
 Sholawat Wahidiyah yang didirikan oleh K.H. Abdoel Madjid Ma'roef pada th. 1963 di Kediri adalah sebuah gerakan baru dalam agama Islam. Oleh Mejlis Ulama Indonesia telah difatwakan sebagai aliran sesat. Paham dan praktisnya merupakan gabungan dari Islam dan Kebatinan dan disebar terutama di Jawa.

DISKRIMINASI: BERIKAN E-KTP UNTUK WARGA MUSLIM AHMADIYAH

Di situs Change.org dipasang Imbauan/Petisi kepada Presiden RI terhadap diskriminasi warga sedesa yang imani Muslim Ahmadiyah.
 “Saya tidak bisa membuat BPJS-Kesehatan dan harus mengeluarkan uang berjuta-juta untuk ke rumah sakit atau dokter. Saya tak bisa mengurus rekening di bank. Adikku tidak bisa mendapatkan beasiswa. Saya juga tidak bisa umroh karena tidak bisa mengurus paspor. Saudaraku tidak bisa memperpanjang SIM. Bahkan saya tidak kuasa hanya untuk bertemu dengan orang tua yang berada di Aceh. Semua itu karena kami tak punya e-KTP,” kata Lika Vulki, salah seorang perempuan warga Ahmadiyah di Manislor, Jawa Barat.
 CERITA serupa tak hanya dialami Lika Vulki, melainkan dirasakan pula oleh sekitar 1.772 warga Ahmadiyah di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat lainnya yang tak kunjung mendapatkan e-KTP hingga sekarang. Tak perlu melihat sampai jauh ke daerah terluar Indonesia, di Jawa Barat yang merupakan Provinsi paling dekat dengan DKI Jakarta, diskriminasi masih terus terjadi. Sejak 2012 hingga sekarang, warga Ahmadiyah-Manislor tidak mendapatkan e-KTP. Sungguh sebuah ironi di tengah negara yang terus mendengungkan nilai-nilai luhur demokrasi.
 Sebagian Ormas Islam di Kabupaten Kuningan, kemudian dilanjutkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kuningan mengimbau Pemkab Kuningan untuk menunda pencetakan e-KTP dan menghendaki warga Ahmadiyah tidak mengisi kolom agama dengan ‘Islam’. Dasar yang mereka gunakan adalah Fatwa MUI Pusat yang menyatakan bahwa Ahmadiyah bukan bagian dari Islam. Hal berbeda justru dikatakan warga Ahmadiyah yang menegaskan dari dulu hingga sekarang mereka merupakan bagian dari Islam.
 Nahas bagi Lika dan warga Ahmadiyah lainnya di Manislor, Pemerintah Kabupaten Kuningan, dalam hal ini Bupati dan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kuningan lebih memilih untuk mendengarkan suara MUI dibandingkan menunaikan tugasnya melayani warga negara. Mereka lebih memilih untuk tidak mencetak e-KTP warga Ahmadiyah-Manislor hingga sekarang. Jadilah hingga sekarang warga Ahmadiyah-Manislor tidak bisa mendapatkan layanan publik selayaknya warga negara. Harusnya, negara wajib memberikan hak itu kepada semua warga negaranya tanpa kecuali. Apabila hak tersebut tidak juga diberikan, maka bisa diartikan bahwa negara gagal hadir dalam masalah ini bahkan negara bisa dikatakan sudah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Ahmadiyah-Manislor yang belum mendapatkan e-KTP.
 Melalui petisi ini, semua yang bertanda tangan di bawah ini, Warga Negara Indonesia, mendesak kepada negara, yakni Presiden Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Bupati Kuningan Acep Purnama dan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kuningan Zulkifli, agar segera mencetak e-KTP untuk ribuan warga Ahmadiyah-Manislor.

Penghayat Kepercayaan Kab Banyumas Sudah Lama Miliki KTP, Agama? -

Munculnya Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama (PUB) dari Kemenag ditanggapi santai Himpunan Penghayat Kepercayaan Kabupaten Banyumas (HPKB). Pasalnya, selama ini mereka sudah menggunakan KTP penghayat mengki tidak ditulis di kolom agama, kabarnya radarbanyumas.co.id. Menurut ketua HPKB Suwardi, pengkosongan untuk kolom agama bagi penghayat kepercayaan sudah tercantum di GBHN Tahun 1973 dan 1978. “Aturan untuk mengkosongkan kolom agama bagi penghayat kepercayaan sebenarnya sudah ada sejak lama. Yakni di GBHN Tahun 1973 dan 1978,”ujarnya kepada Radarmas, Kamis (6/10). Dia menjelaskan, bagi penghayat kepercayaan ketika mengisi kolom agama hanya memberikan garis datar pendek saja. Ketentuan itu, kata dia, bahkan sudah diundangkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Dalam aturan itu, bahkan sudah mencakup terkait sumpah janji bagi PNS serta pencatatan perkawinan. “Jadi aturan yang mengakomodir penghayat kepercayaan sudah ada sejak lama. Seperti PNS yang menganut penghayat kepercayaan bisa mengikuti sumpah janji dengan tata cara dari kita (penghayat kepercayaan, red),”katanya. Suwardi menambahkan, untuk penghayat kepercayaan di Kabupaten Banyumas sudah cukup terakomodir dengan baik. Dia bahkan mengaku, penghayat kepercayaan yang ada di Kabupaten Banyumas dan Cilacap sebagai percontohan bagi penghayat kepercayaan di daerah lainnya. Sebab kata dia, masyarakat di dua kabupaten tersebut sangat menghargai penghayat kepercayaan. “Sudah terakomodir dengan baik. Bahkan penghayat kepercayaan di Banyumas dan Cilacap bisa menjadi percontohan bagi beberapa daerah,”ujar dia. Meski demikian, dia pun tidak bisa menutupi kekecewaannya. Menurut dia, masih cukup banyak masyarakat yang masih salah mengintrepretasikan antara aliran kepercayaan dan penghayat kepercayaan. Padahal kata dia, kedua hal itu perbedaanya sangat jauh untuk mengkategorikan penganutnya. “Masih banyak masyarakat yang suka salah memahami kedua hal itu. Kalau aliran kepercayaan itu bisa ada di enam agama yang diakui. Sedangkan penghayat kepercayaan itu syariat atau aturan agamanya sudah berbeda,” imbuh dia.

MUI: Muslim Bela Islam dari Penghinaan, Itu Bukan Radikal

Tengku Zulkarnain, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), menegaskan pembelaan Muslim terhadap agamanya dari penistaan dan pelecehan Alquran adalah haknya. Atas hal itu, Muslim tak bisa dituduh menjadi radikal. “Tentang tuduhan radikal ini saya tidak heran, sekarang ini kalau ada umat Islam tegas sedikit membela agamanya langsung dicap sebagai radikal, bahkan ISIS dan lain lain,” ujar Tengku, lansir islampos.com mengujuk pada Republika. Pembelaan umat Islam terhadap kasus penistaan Alquran oleh Gubernur Jakarta, tidak ada aksi radikalnya. Tapi, menurut Tengku, begitulah permainan mereka yang tidak menyukai Islam. “Mereka selalu memutarbalikkan fakta,” ujarnya. Sebaliknya kalau mereka beraksi radikal, bahkan hingga membakar masjid, itu dijadikan alasan sebagai upaya membela diri dan berbagai alasan dimana publik dipaksa harus memahami. Namun jika umat Islam berbicara tegas sedikit saja, demi membela agamanya langsung dicap radikal, ekstimis dan lainnya. Menurut Tengku, cara-cara inilah yang biasa digunakan oleh komunis, memutar balikkan fakta. Tengku meminta aparat kepolisian untuk tidak menunda-nunda pemeriksaan kasus penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta. Kepada umat Islam, ia berpesan jangan takut di cap radikal, demi membela agama dari penistaan dan pelecehan mereka yang tidak senang dengan Islam.

Hari Santri Nasional Diikuti Kegiatan Kemah 5.000 Santri di Jawa Timur

Seperti memberitahu eramuslim.com, sebanyak 5.000 santri dari berbagai pondok pesantren mengikuti kegiatan kemah Hari Santri Nasional (HSN) di Lapangan Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (21/10).
 “Kegiatan kemah ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan santri untuk lebih berkiprah bagi bangsa dan negara,” ungkap Ketua DPRD Jawa Timur Halim Iskandar saat membuka kegiatan Kemah HSN di Jember. Ia mengapresiasi PCNU Jember, khususnya TPQ Ma’arif NU yang berhasil menyelenggarakan kemah santri yang digelar di Lapangan Kecamatan Bangsalsari, sehingga antusias santri untuk mengikuti kegiatan tersebut cukup bagus. “Kegiatan kemah Hari Santri Nasional itu bagus untuk menumbuhkan kebanggaan menjadi santri sejak dini di masyarakat,” ucap Halim yang juga anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Jatim itu. Ia mengapresiasi Ma’arif NU yang berhasil mengelola TP dalam satu metodologi pembacaan Alquran yang sama yakni menggunakan metode “Allimna” yang merupakan karya dari tokoh-tokoh Jember sendiri. “Kegiatan itu dapat mengembangkan pendidikan agama yang tepat untuk generasi muda sejak dini,” tuturnya. Halim juga mengajak warga Nahdliyin untuk menauladani para ulama dan santri yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia karena selama ini peran ulama dan santri seolah sengaja ditenggelamkan dalam sejarah. 

DMI BALI PERINGATI TAHUN BARU ISLAM 1438 H

Pimpinan Wilayah (PW) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Bali dan PW Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid (BKMTM) DMI Bali telah menyelenggarakan Peringatan Tahun Baru 1438 H pada Ahad (9/10), bertepatan 8 Muharram 1438 H, di Masjid Agung Sudirman, Denpasar, Bali. Dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID, Ahad (9/10), Ketua PW DMI Bali, H. Bambang Santoso, menyatakan kegiatan ini mengambil tema: Dengan Semangat Tahun Baru Islam, Kita Tingkatkan Kesalehan Sosial. “Dalam acara ini terdapat dua kegiatan utama, yakni sosialisasi gerakan masyarakat sadar halal, dan pemberian santunan kepada anak yatim/ dhu’afa. Selain itu, ada juga taushiyah tentang makna dan sejarah Tahun Baru Hijriah,” tutur Bambang pada Ahad (9/10). Kegiatan ini, lanjutnya, dihadiri oleh ratusan anak yatim dan dhu’afa yang ada di Kota Denpasar dan sekitarnya, serta ratusan ibu-ibu jamaah dan pengurus BKMTM DMI Provinsi Bali. Ketua PW DMI Bali, Bambang Santoso, juga memberikan sambutan dan membuka acara secara resmi, lalu menyalami satu per satu anak yatim dan dhu’afa yang hadir sembari memberikan santunan kepada mereka.

KERUKUNAN UMAT HINDU DAN ISLAM DI PURA LINGSAR LOMBOK

Lebaran topat (foto: thelangkahtravel.com)
Mengujungi Pura Lingsar akan memberikan pandangan baru pada Anda, tentang keharmonisan serta kerukunan umat beragama. Bersumberkan laman id.lombokindonesia.org, bagi masyarakat Pulau Lombok, Pura Lingsar merupakan simbol kerukunan bahkan keharmonisan antar umat beragama, yaitu antara Hindu Bali-Lombok dengan Islam Sasak-Lombok (namanya berarti Suara air dalam bahasa Sasak. - Catatan oleh Dr. Igor Popov). Pura Lingsar dibangun sekitar tahun 1714 oleh seorang pendatang dari Bali. Keberadaan Pura Lingsar yang sekarang telah mengalami banyak renovasi.
 Sebelum Anda memasuki area bagian dalam Pura Lingsar, Anda akan melewati sebuah taman dan kolam kembar yang dipenuhi dengan teratai. Di area dalam, Pura Lingsar terbagi menjadi tiga bangunan utama. Yaitu Gaduh, Kemaliq dan Pesiraman. Gaduh merupakan tempat suci bagi umat Hindu. Di area ini Anda akan menemui empat percabangan yang melambangkan Dewa-dewa yang menghuni dua gunung. Percabangan yang mengarah ke Timur adalah tempat pemujaan untuk dewa yang menghuni Gunung Rinjani. Sedangkan yang mengarah ke Barat adalah tempat pemujaan untuk dewa yang menghuni Gunung Agung. Ditengah percabangan ini ada dua persinggahan yang menyatu (gaduh) dan merupakan gabungan kedua percabangan tersebut.
 Jika Anda menuruni anak tangga yang berada di depan Gaduh, Anda akan menemui pintu masuk Kemaliq. Bangunan ini merupakan tempat suci bagi pemeluk Islam Wetu Telu. Namun pemeluk Hindu juga diperbolehkan beribadah di tempat ini.
 Di area Kemaliq ini, terdapat sebuah kolam kecil yang dihuni oleh Ikan Tuna. Ikan-ikan ini dianggap suci oleh masyarakat setempat. Menurut mitos, ikan-ikan tersebut merupakan jelmaan dari tongkat milik Datu Milir, seorang raja Lombok yang berdoa di tempat ini untuk memohon hujan. Masyarakat Hindu dan Islam Wetu Telu percaya bahwa jika Anda melihat Ikan Tuna tersebut, Anda akan mendapatkan keberuntungan. Anda bisa membawa sebuah telur rebus jika Anda ingin melihat ikan ini. Di kolam tersebut Anda juga bisa menyebutkan permohonan, serta melemparkan koin ke dalam kolam dengan tujuan agar permohonan Anda akan terkabul.
 Di sisi lain seberang dinding, Anda akan menemui sembilan pancuran. Empat buah pancuran masih berada di area Kemaliq, sedangkan lima lainnya berada di area Pesiraman. Pesiraman merupakan tempat untuk membasuh dan menyucikan diri. Air dari pancuran-pancuran tersebut dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
 Jika Anda mengunjungi Pura Lingsar pada bulan purnama keenam tahun Saka (seminggu setelah Idul Fitri. - Catatan oleh Dr. Igor Popov), Anda bisa menyaksikan upacara Perang Topat (ketupat). Upacara ini merupakan upacara pujawali atau perayaan syukur peringatan ulang tahun pura. Perang Topat ini juga bertujuan untuk memohonkan hujan dan kemakmuran. Perang Topat pada dasarnya merupakan budaya Hindu, akan tetapi juga berakulturasi dengan Islam terlihat pada penggunaan ketupat sebagai bagian dari upacara.

Lebaran topat (foto: guidelombok.com)

Dominikan Awam boleh gunakan singkatan OP

Wakil Master Jenderal Ordo Dominikan atau Ordo Pewarta (OP) dari Roma, yang bertugas untuk mengunjungi dan memberi pengarahan kepada Dominikan Awam dan menyatukan atau melekatkan Dominikan Awam (DA) dengan OP, Pastor Rui Carlos Antunes e Almeida Lopes OP menegaskan bahwa anggota Dominikan Awam yang sudah profes (mengucapkan janji) pertama bisa menggunakan singkatan OP di belakang namanya. Pernyataan itu dikatakan oleh Pastor Rui kepada PEN@ Katolik (penakatolik.com) dalam wawancara di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan (PPSM) Muntilan, 30 September 2016. Imam asal Portugal itu berada di Muntilan dalam rangka Retret Nasional 2016 Dominikan Awam Indonesia yang berlangsung 30 September hingga 2 Oktober 2016. “Saya berada dalam kerangka tugas untuk menghubungkan master jenderal OP dengan Persaudaraan Dominikan Awam yang berkumpul di sini, yang di seluruh dunia berjumlah sekitar 144.000 orang,” kata Pastor Rui yang datang bersama Belen L Tangco OP, seorang ibu yang menjadi presiden DA Asia Pasifik. Mereka dalam perjalanan mengunjungi DA di Timor Leste dan Australia. Imam itu senang datang dalam retret itu karena dia melihat DA di Indonesia sangat hidup, aktif, dimanik dan masih banyak orang muda dibandingkan kelompok DA di Eropa yang umumnya berusia lanjut. “Saya senang mendengar laporan para koordinator regio DA bahwa ada kelompok-kelompok yang melakukan pewartaan dan kerasulan serta kerinduan untuk memiliki pembinaan lebih baik,” kata imam itu.
 Melihat kenyataan bahwa anggota DA di Indonesia sudah berjumlah sekitar 200 orang di empat regio, Jakarta, Pontianak, Surabaya, dan Yogyakarta serta Kelompok DA di Cirebon dan Cimahi yang masih dalam persiapan menuju regio Bandung, Pastor Rui menegaskan bahwa DA harus selalu mengupayakan kesatuan. “Tentu ada banyak kelompok di sebuah negara maka harus ada kesatuan,” kata imam itu di hadapan 120 peserta retret, 10 di antaranya suster OP dan dua pastor OP. Belen membenarkan ada beberapa kelompok awam dalam Ordo Dominikan, tetapi hanya Dominikan Awam yang boleh menggunakan OP karena menjalankan formasi. “Kalau kita mengatakan kita bagian OD kita juga bisa lebih khusus mengatakan kita sebagai Persaudaraan Dominikan Awam. Yang lain memang memiliki karisma Dominikan tetapi DA secara khusus adalah Persaudaraan Dominikan Awam, maka bisa gunakan OP dan yang lain tidak, karena kita menjalankan formasi dan yang lain tidak. Makanya, DA harus didirikan secara kanonik,” kata ibu itu. Dalam penjelasannya Pastor Andreas Kurniawan OP (Pastor Andrei) menegaskan bahwa Pastor Rui telah menjelaskan posisi DA dalam Ordo Dominikan. “Kalau dulu ada Ordo Pertama, Ordo Kedua dan Ordo Ketiga sekarang tidak ada lagi, semua satu keluarga, semua bersatu dalam satu naungan Keluarga Dominikan.”
 DA adalah persaudaraan yang menjalani formasi, maka tidak seperti awam lain dalam OP, Persaudaraan DA boleh memakai OP dalam nama dirinya. “Yang lain ngak boleh karena mereka tidak ikut formasi yakni aspiran, postulan, profes tahun pertama, kedua, ketiga dan kekal.” Namun, pertemuan para koordinator regio bersama Pastor Rui dan Belen Tangco 29 September 2019, menegaskan bahwa nama OP harus disertai tanggung jawab besar “karena kita menjadi  satu bagian dari Keluarga Dominikan, bagian dari OP. Kalau sudah pakai nama OP artinya perbuatan kurang baik dan baik pasti melekat pada keluarga besar, maka kita harus bertanggung jawab,” kata imam itu. Beberapa hal yang digarisbawahi oleh kedua tamu asing itu adalah bahwa DA, baik yang berkaul sementara maupun kekal, harus mengenakan OP di belakang namanya. “Ini berdasarkan Kapitel Ordo Dominikan 2007 di Argentina,” jelas Pastor Andrei yang baru saja pindah ke Pontianak setelah selesai menjalankan tugas sebagai kepala Paroki Redemptor Mundi Surabaya. Pertemuan itu juga menegaskan bahwa DA harus punya dewan koordinasi (ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara). “Jadi setiap regio hendaknya punya pengurus dan ada koordinasi tingkat nasional dengan perwakilan dari setiap regio untuk jadi pengurus,” kata imam itu. Tim formasi juga diperlukan dan dipilih dari anggota-anggota berkaul, kata Pastor Andrei. “Setiap regio dan chapter harus punya formasi. Kalau belum ada yang kaul kekal maka formatornya boleh yang kaul pertama, kedua dan ketiga. Tapi kalau sudah ada yang kaul kekal maka dia otomatis menjadi formator.” Hal lain adalah kemandirian. “Dominikan Awam harus mandiri, tidak bergantung pada imam atau suster OP. Imam atau suster bisa memberi saran namun tidak punya suara dalam Dominikan Awam,” kata imam.

Bahasa Bali dan bahasa daerah lain akan masuk dalam pendidikan di tingkat PAUD dan TK

Mulai tahun depan, bahasa daerah (bahasa ibu) akan masuk dalam muatan lokal kurikulum pendidikan di tingkat PAUD dan TK di seluruh Indonesia. Anggota Komisi X DPR RI Wayan Koster mengungkapkan hal itu, belum lama ini. Mengikut laman beritahindu.com, Ketua DPD PDIP Provinsi Bali itu mengatakan, untuk bahasa Bali, kebijakan itu dilakukan di PAUD dan TK berbasis Hindu yang ada di semua desa adat sebagai proyek percontohan. Mengapa pemerintah menempuh kebijakan itu? Koster mengatakan, ada kerisauan mengenai penggunaan bahasa ibu belakangan ini yang mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Koster mengatakan, masuknya bahasa ibu dalam kurikulum pedidikan di tingkat PAUD merupakan sebuah upaya memelihara bahasa dan menjaga jati diri bangsa Indonesia. Kerisauan tentang terancamnya bahasa Bali memang bisa dipahami. Sebab, anak-anak remaja masa kini lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Jika ada yang menggunakan bahasa Bali, itu sangat jarang dan pemakaiannya pun banyak yang salah dari segi tata bahasanya.
 Sebagaimana kita ketahui, bahasa Bali mengenal sorsinggih bahasa. Sor-singgih itu adalah tingkatan bahasa halus dan kasar sesuai dengan status pemakainya. Misalnya antara sorang murid dengan gurunya. Meskipun sebuah kata memiliki arti yang sama, namun berdasarkan sor-singgih bahasa, pengucapannya akan berbeda. Sebuah contoh: seorang sisya (murid) berkata kepada seorang pandita. “Singgih iratu sampun ngerayunan? Titiang sampun nunas.” Kata “ngerayunan” dan “nunas” artinya sama-sama berarti “makan”. Adanya sor-singgih itu juga berfungsi menciptakan etika. Jika salah menggunakan sor-singgih itu, maka bisa bermakna tidak tahu etika. Kecuali, tentunya bagi orang yang tak tahu sama sekali atau baru belajar bahasa. Sesungguhnya, jika kita amati secara seksama, sudah ada upaya memelihara bahasa Bali dengan baik. Contoh yang bisa ditemukan antara lain saat peristiwa acara atau upacara adat/keagamaan. Pada saat upacara Panca Yadnya, baik di pura maupun di luar pura, para pejabat adat, rohaniwan atau panitia upacara akan selalu berbahasa Bali saat berbicara. Ketika warga adat melakukan sangkep (rapat), bahasa Bali seakan menjadi bahasa wajib.
 Demikian pula dalam kesenian tradisional Bali, para pelaku dominan menggunakan bahasa Bali. Semua karya sastra kakawin yang menggunakan bahasa Jawa Kuna, diterjemahkan ke dalam bahasa Bali. Buku-buku geguritan pun, hampir semua menggunakan bahasa Bali. Meskipun demikian, kita patut dukung upaya pemerintah melestarikan bahasa Bali. Sebab, bahasa Bali bukan hanya berfungsi sebagai bahasa komunikasi, tetapi juga berfungsi menciptakan  etika atau budipekerti. Hanya saja, kita rupanya perlu meluruskan kembali pelajaran bahasa Bali yang dulu pernah berlaku. Misalnya ada disebutkan bahwa ada penggunaan kata untuk wangsa andapan (orang yang lebih rendah), sesamen wangsa jaba. Ungkapan itu menunjukkan adanya kasta dalam masyarakat Bali. Melestarikan bahasa Bali, jangan sampai melanggengkan kasta.

Peringatan Asyura Semarang Berjalan Lancar

Selasa (11/10), di depan kantor Gubernur Jawa Tengah Semarang, masa ormas Islam intoleran kembali berulah dengan berdemo dan memaksa jamaah Ahlulbait Semarang untuk tidak mengadakan peringatan Asyura meski sebenarnya acara peringatan itu sudah mendapat izin resmi dari pihak kepolisian, memberitahu laman ahlulbaitindonesia.or.id. Seperti biasa massa intoleran ini berorasi dengan statemen-statemen keras berisi hasutan dan ujaran kebencian meski apa yang mereka katakan tentang Syiah tidak sesuai fakta yang sebenarnya. Salah satunya ketika mereka mengatakan bahwa Syiah membahayakan NKRI. Dalam hal ini Ustaz Miqdad Turkan, salah seorang tokoh Syiah di Semarang, menegaskan bahwa jamaah Ahlulbait adalah jamaah yang memiliki komitmen kebangsaan. “Kami selalu terbuka. Silakan yang mau ikut (dalam acara peringatan Asyura). Buktikan apakah kami ini menyimpang atau tidak,” tegas Ustaz Miqdad di sela-sela acara di Masjid Nuruts Tsaqalain. Sementara itu, Kapolrestabes Semarang, Kombes Abiyoso Seno Aji memberikan jaminan keamanan sepenuhnya kepada jamaah Ahlulbait Semarang untuk mengadakan peringatan Asyura karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang dilindungi Undang-Undang. “Kegiatan ini dilindungi Undang-Undang, kalau dilarang malah jadi intoleransi. Kami bertanggungjawab mengamankan Syiah, juga masyarakat di sini. Kegiatan sudah ada izin,” terang Kombes Abi menjelang acara usai. Untuk pengamanan peringatan Asyura kali ini pihak kepolisian menurunkan 780 personil dengan fokus pengamanan menjaga kegiatan Syiah dari kelompok intoleran yang menolak pelaksanaan acara tersebut. Hal itu dilakukan setelah melihat adanya potensi gesekan yang tinggi.
 Suasana memang terlihat memanas ketika sekitar pukul 13.00 WIB massa intoleran yang berdemo di depan kantor Provinsi Jawa Tengah mendengar acara peringatan Asyurasudah mulai dilaksanakan di Masjid Nuruts Tsaqalain. Beberapa orang kembali tampil di depan massa dan mengajak mereka untuk membubarkan secara paksa peringatan Asyura tanpa mengindahkan hasil pertemuan para pimpinannya yang sedang berdialog dengan pihak pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sebelumnya mereka memang telah berhasil menggagalkan pemakaian tempat peringatan Asyura di Gedung Pusat Kesenian Jawa Tengah Komplek PRPP Semarang dengan cara menekan pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Semarang. Namun hal itu tidak membuat jamaah Ahlulbait Semarang patah semangat untuk tetap memperingati Asyura yang juga merupakan haul Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, yakni sebuah acara untuk mengingat perjuangan cucu Rasul itu dalam menegakkan kebenaran. Akhirnya, sesuai hasil dialog dengan pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tempat acara dialihkan di Masjid Yayasan Nuruts Tsaqalain, Petek, Kota Semarang. erkat peran signifikan kepolisian di bawah komando Kombes Abiyoso Seno Aji, akhirnya acara tersebut tetap berjalan aman dan lancar. Meskipun massa intoleran sudah merangsek cukup dekat ke lokasi acara, namun mereka tak bisa maju lebih dekat untuk mengacaukan acara karena dihadang pengamanan ketat dan berlapis aparat kepolisian. Usai acara, panitia peringatan Asyura berkenan membagi-bagikan nasi kotak kepada massa intoleran yang kemudian mereka terima dan mereka santap dengan senang. Ketegangan pun berakhir dengan damai. Damailah Indonesiaku. 

Penganut Syi'ah melukai tubuh (foto: bersamaislam.com)

Pembangunan Masjid Agung di Papua yang tertolak bakal terus jalan

Berdasar laman wahidfoundation.org, ketegangan terhadap Masjid Agung Baiturrahim di Wamena Kabupaten Jayawijaya, Papua, dipicu Pernyataan Persekutuan Gereja Gereja Jayawijaya (PGGJ) pada 25 Februari yang menolak pendirian Masjid Agung Baiturrahim. Dalam pernyataan itu ada bumbu informasi bahwa umat Islam bakal membangun masjid berlantai empat dengan menara setinggi 70 meter. Lebih tinggi dari patung Yesus Kristus yang berada di depan kantor kabupaten. Pernyataan beredar viral lewat pesan singkat dan media sosial.
 Pernyataan itu aksi balasan terhadap pernyataan Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah Papua yang menyebut PGGJ organisasi ilegal. Mereka meminta polisi menangkap pendeta Kristen yang telah menandatangani pernyataan yang menyerukan pelarangan pembangunan masjid. “Kalau masjid yang sudah mendapat izin ini dihentikan, kami akan ganti kopiah hitam ini dengan peci putih dan kita berperang,” kata Ustad Haji Kahar Yelipele Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Jayapura kepada saya.
 Pada 17 September digelar Workshop dan Konsultasi Publik Jaminan Kebebasan Beragama Berkeyakinan di Hotel Sahid Jayapura, kegiatan yang digelar atas kerjasama Wahid Foundation dan PaPeDA Institute. Dalam forum itu membicarakan antara lain: Kapolda Papua Paulus Waterpauw, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Hinsa Siburian, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua Uskup Leo Laba Ladjar, Bupati Jayawijaya John Wempi Wetipo, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Jayawijaya (PGGJ) Abraham Ungirwalu dan pemuka agama Kristen lainnya dan para pemimpin Muslim. Termasuk Ustad Kahar.
 John Wempi Wetipo mengambil keputusan pembangunan masjid bakal terus jalan. Ia mengizinkan adanya renovasi bangunan dua lantai, bukan empat lantai. Ketegangan tak meledak jadi kekerasan dan konflik berdarah.

Menteri Agama Lantik Sesditjen Bimas Hindu dan Kakanwil Kemenag Bali

Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saefuddin, pada Senin, 10 Oktober 2016 melantik beberapa pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Agama RI, dilansir oleh beritahindu.com. Dari beberapa jajaran nama, turut dilantik I Made Sutresna, S.Ag, M.A sebagai Sekretaris Ditjen Bimas Hindu dan I Nyoman Lastra, S.Pd, M.Ag sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali. Kedua nama dari umat Hindu yang dilantik tersebut merupakan Hasil Seleksi Calon Pimpinan Tinggi Pratama pada Kementerian Agama RI. I Made Sutresna dan I Nyoman Lastra menyisihkan nama - nama lain yang turut serta dalam proses seleksi terbuka tersebut. Sebelumnya dari laman www.kemenag.go.id telah diumumkan 3 nama dari masing - masing jabatan yang lolos seleksi untuk diajukan dan dibahas di tingkat Baperjakat Kemenag Pusat. Di deretan nama yang lolos seleksi jabatan Sekretaris Ditjen Bimas Hindu ada nama Desak Putu Sriastiti dan I Nyoman Susila. Sedangkan 2 nama lain yang lolos seleksi jabatan Kakanwil Bali adalah Ida Bagus Oka Manuaba dan Ni Nengah Rustini.
 Sosok I Made Sutresna sendiri merupakan sosok yang tidak asing bagi tokoh umat Hindu di Jabodetabek maupun seantero Indonesia. Lelaki kurus ceking yang meraih gelar Masternya di India ini selalu tampil enerjik dalam kesehariannya. Sutresna mengawali karirnya di Ditjen Bimas Hindu pada tahun 1986. Berbagai jabatan strategis pernah diembannya. Diantaranya Kabag Perencanaan, Kasubdit Pendidikan Tinggi dan terakhir sebelum dilantik sebagai Sesditjen beliau menduduki jabatan Kabag Organisasi Tata Laksana dan Kepegawaian. Selain di kantor, I Made Sutresna juga dikenal sangat aktif di Majelis Tertinggi Umat Hindu Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat.
 Sebagai informasi jabatan Sekretaris Ditjen Bimas Hindu dan Kakanwil Kemenag Bali  sudah lowong lebih dari 5 bulan yang lalu. Jabatan Sekretaris Ditjen lowong setelah pejabat sebelumnya I Wayan Suharta, S.Ag, M.Si pindah tugas menjadi dosen di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Sementara itu Jabatan Kakanwil Bali kosong setelah AA. Muliawan dipindahtugaskan sebagai Kabiro Administrasi Akademik di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

World Hindu Wisdom Meet diharapkan Persatukan Hindu Dunia

Radio RI mengudarakan bahwa Gubernur Bali Made Mangku Pastika  berharap digelarnya acara World Hindu Wisdom  di Bali bisa membangun jaringan  dengan sesama masyarakat Hindu dari seluruh belahan dunia. Gubernur menginginkan Bali bisa menjadi pusat Hindu dunia, karena selain ditunjang falsafah agama dari India, Hindu di Bali juga dilengkapi dengan kebudayaan yang sudah mengakar di masyarakat, sehingga kolaborasi itu membentuk keunikan tersendiri. Hal itu disampaikan Gubernur ketika menerima audiensi dari panitia acara yang tergabung dalam organisasi World Hindu Parisad  dipimpin oleh Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa di ruang kerjanya, Kantor Gubernur Bali (4/10/2016). Gubernur juga ingin memperkenalkan Sekolah Bali Mandara kepada para peserta World Hindu Wisdom Meet yang rencananya digelar di Bali pada tanggal 9 Oktober mendatang.  Para peserta yang direncanakan  berasal dari Indonesia dan negara-negara tetangga tersebut diharapkan berkesempatan untuk mengunjungi sekolah kebanggaan Pemprov Bali tersebut. "Terlebih tema yang diusung pada acara yang akan dilaksanakan di Taman Budaya Denpasar  bertajuk “Hindu Contribution To The World Culture and Science” juga menitikberatkan dunia pendidikan dan kebudayaan" ungkap Mantan Kapolda Bali tersebut. Sementara itu, Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa mengakui telah mengundang tiga pembicara, 2 pembicara dari India yaitu Paramananda Saraswati Mahardja dan Prof SK Oja dari Mumbai University serta satu pembicara dari Bali yaitu Ngakan Putra. Ia menyatakan jika acara pertemuan yang akan digelar di Taman Budaya Denpasar itu akan dihadiri oleh tokoh-tokoh Hindu dari seluruh dunia.

PHDI Akan Pertegas Larangan Merokok di Areal Pura

Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) akan segera pertegas larangan merokok di kawasan pura. Bahkan, mengikut laman phdi.or.id, pihak PHDI akan membuat peraturan yang tegas untuk merealisasikan peraturan tersebut, sehingga ditindaklanjuti oleh desa setempat. Pernyataan tersebut menjadi komitmen bersama dari hasil diskusi Lokakarya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Pura yang melibatkan seluruh Ketua PHDI se-Bali, MMDP se-Bali, MUDP se-Bali, WHDI se-Bali, pamaksan/pangempon pura se-Bali dan bekerja sama dengan Kemenkes RI. Komitmen tersebut bertujuan untuk menjaga kesucian pura, melindungi para pengunjung pura dari asap rokok dan menciptakan lingkungan areal pura bebas asap rokok. Ketua Badan Kesehatan PHDI Pusat drg. Nyoman Suartanu, M.AP mengatakan selain pura sebagai tempat suci untuk melakukan persembahyangan bagi umat Hindu, pura juga bisa dijadikan pilot project untuk menekan perilaku umat Hindu untuk berhenti merokok. Sebab, permasalahan untuk menghentikan secara perlahan perilaku merokok bagi umat di kawasan umum dan kawasan suci sudah menjadi tugas bersama. Bahkan, peraturan daerah sudah dibuat oleh pemerintah berupa KTR di tempat-tempat umum.

30.000 Laskar FPI Aceh Siap ke Jakarta Melawan Ahok

30.000 Laskar FPI Provinsi Aceh yang sudah terlatih siap berangkat ke DKI Jakarta melawan Ahok yang melecehkan dan menghina Allah, kabarnya Jurnalmuslim.com. “Selama ini para laskar FPI Aceh belum pernah menggunakan keahlian yang telah mereka miliki karena musuhnya belum nyata. Sekarang musuh telah nyata dan perlu diperangi untuk menghilangkan fitnah terhadap Islam yang dilontarkan Ahok, Gubernur DKI. Kami siap berangkat ke Jakarta, memang Ahok belum bertaubat,” sebut Ketua FPI Aceh Muslim At Thahiry kepada Wartawan, Jumat (7/10). Pasalnya, Ahok telah melanggar undang-undang tentang penistaan agama. Selain itu, Ahok kata Muslim, mengalami penyakit psikologis hingga berani merongrong Pancasila. Jika tuntutan FPI Aceh tidak digurbis Ahok, maka dengan terpaksa ke 30.000 mujahidin FPI Aceh akan berangkat ke Jakarta membawa api guna melawan peninsta agama tersebut,” kata Muslim At Thahiry. 

Ritual Asyura Syiah tgl 12 Oktober dipindahkan

Rencana kegiatan penganut Syiah memperingati 10 Asyura di Jawa Tengah pada Rabu, 12 Oktober 2016, akan tetap dilaksanakan meski sempat ditolak oleh kelompok Forum Umat Islam (FUIS). Laman Syiahindonesia.com menyebutkan bahwa kegiatan  yang sedianya digelar di Gedung Pusat Kesenian Jawa Tengah Komplek PRPP Semarang itu akhirnya dipindahkan ke Masjid Yayasan Nuruts Tsaqolain, Petek, Kota Semarang. Kepastian pengalihan tempat acara itu diputuskan dari hasil mediasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Sabtu sore, 8 Oktober 2016. Mediasi dihadiri perwakilan Polda Jawa Tengah, Kodam IV Diponegoro, Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah, Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah, pengurus aliran Syiah, panitia peringatan 10 Asyura, Yayasan Nuruts Tsaqolain, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, aktivis lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain.
 Salah satu tokoh Syiah di Jawa Tengah, Miqdad Turkan, mengatakan penganut Syiah merupakan warga negara Indonesia yang berhak melakukan kegiatan. “Kami adalah Jamaah Ahlul Bait yang memiliki komitmen dengan bangsa Indonesia,” kata Miqdad yang merupakan murid Abdul Ghadir Bafaqih, pendiri aliran Syiah di Jepara. Miqdad menambahkan dalam setiap kegiatannya penganut Syiah di Jawa Tengah selalu mengawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kegiatan 10 Suro itu, kata dia, akan diisi pengajian dan pembacaan doa-doa.
 Sebelumnya, Forum Umat Islam mendatangi Polda Jawa Tengah serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Mereka meminta agar Polda dan Dinas tak mengizinkan kegiatan penganut Syiah. Menurut Zainal Umat Islam menolak kegiatan Syiah karena aliran ini sesat. Sehari sebelumnya, 11 Oktober 2016, kata Zainal, sejumlah organisasi yang tergabung dalam Laskar Islam Jateng-DIY Tolak Syiah dan PKI akan menggelar apel siaga. Kegiatan yang  dipusatkan di Simpanglima Semarang itu diikuti antara lain Jemaah Ansyorusy Syariah Jawa Tengah, Gerakan Pemuda Ka’bah, Laskar Umat Islam Solo, Persis Semarang dan lain-lain.
 Aktivis Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang Tedi Kholiluddin menyatakan penganut Syiah tak lagi bersembunyi (taqiyah). Tedi mengapresiasi kebijakan jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang memediasi dan mempersilakan penganut Syiah menggelar kegiatan. “Terutama dari pihak Polda Jawa Tengah yang menjamin keamanan untuk kegiatan teman-teman Syiah,” kata doktor sosiologi agama tersebut.

Menag Buka Rakernas Rohaniawan Khonghucu

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Rohaniwan Agama Konghucu Indonesia Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia 2016, Jumat (7/10). Dalam sambutannya Menag berharap, Rakernas ini dapat menghasilkan hal-hal yang mendasar dalam upaya umat Konghucu memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara sehingga kehidupan peradaban dari waktu ke waktu semakin baik. "Apa yang telah dilakukan oleh majelis-majelis agama termasuk Matakin telah ikut membantu tidak hanya Kementerian Agama, tidak hanya pemerintah, tetapi kita semua agar kehidupan keagamaan semakin baik, karena pada dasarnya nilai-nilai agama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat beragama," ujar Menag.
 Mengikut ungkaapaan di laman kemenag.go.id, kegiatan yang diikuti oleh majelis tinggi agama Konghucu di Indonesia ini berlangsung mengambil tema Kebijakan tidak akan Terpencil, ia pasti Beroleh Tetangga dan berlangsung hingga tanggal 9 Oktober 2016. Menag juga mengapresiasi tema yang diangkat pada Rakernas ini, menurutnya, setiap kebajikan pada akhirnya akan menemukan mereka yang akan memberikan dukungan untuk ikut menebarkan kebajikan di muka bumi. Hadir dalam kegiatan ini, selain Ketua Umum Matakin Uung Sendana L.Linggaraja, Kapus FKUB Feri Meldi dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja IndonesiaHenriette Tabita Hutabarat Telebang.

Meski Masjid Milik Jamaahnya Disegel, Ahmadiyah Kerjsamaju Tetap Bantu Pembangunan Masjid Warga

Love For All Hatred For None yang selama ini menjadi slogan Jamaah Ahmadiyah, diterapkan sempurna oleh para anggotanya di seluruh dunia, tidak terkecuali oleh anggota Jamaah Ahmadiyah Kersamaju, Kabupaten Tasikmalaya. Mengikut warta-ahmadiyah.org, puluhan anggota Jamaah Ahmadiyah Kersamaju bersama warga Babakan Limus Kecamatan Cigalontang bahu membahu dalam kerja bakit pembangunan masjid setempat. Pembangunan dilakukan dengan cara swadaya seluruh warga masyarakat. Keterlibatan anggota Ahmadiyah dalam kegiatan tersebut cukup menarik perhatian. Pasalnya, Masjid Al-Furqon milik Jamaah Ahmadiyah Kersamaju yang berada di desa yang sama disegel oleh Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya beberapa waktu lalu.

Ribuan Warga Wamena Doa Syukur Diangkatnya Isu Papua di PBB

Ribuan orang warga Papua di Wamena hari ini (6/10), menurut satuharapan.com, menghadiri acara doa syukur kepada Tuhan dan menyampaikan terimakasih kepada tujuh negara Pasifik yang telah mengangkat isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua di Sidang ke-71 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pekan lalu. Anggota Pleno Dewan Adat Papua (DAP) dan Sekretaris Dewan Adat Wilayah La Pago, Dominikus Sorabut, dalam siaran persnya mengatakan masyarakat adat Papua menyampaikan ucapan terima kasih kepada negara-negara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Gereja dan masyarakat regional dan internasional yang selama ini telah ikut membantu menyuarakan perjuangan panjang masyarakat adat Papua akan hak-haknya di berbagai forum. Dominikus menyebut sejumlah nama forum yang telah ikut menyuarakan hal itu, seperti Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF). Sebagai puncaknya, menurut Dominikus, pada tanggal 20-26 September 2016, suara masyarakat adat Papua sebagai perjuangan suci dapat didengar oleh 193 negara anggota PBB dalam sidang umum PBB yang Ke-71 di New York. Suara mereka, menurut dia, telah disampaikan  melalui pidato tujuh perwakilan negara Pasifik, masing-masing Kepulauan Solomon, Tuvalu,  Vanuatu,  Tonga,  Kepulauan Marshall,  Nauru dan Palau.
 Ibadah syukur itu dipimpin oleh Pastor John Djonga, yang selama ini dikenal bersuara kritis. “Masyarakat adat Papua patut mengucap syukur atas karya, tuntunan, hikmat dan anugerah Ilahi oleh Allah Bapa Yang Maha Kuasa yang telah menyatakan kehendaknya untuk menjamin hak-hak dasar masyarakat adat Papua dan hak penentuan nasib sendiri bagi Masyarakat Adat Papua, dalam mempertahankan otoritas dasar dan menyelamatkan identitas sebagai citra dan rupa Tuhan di atas tanah air Papua,” demikian siaran pers Dewan Adat Papua.

Dimas Kanjeng Diduga Lakukan Penistaan Agama, Mabes Polri: Tunggu Penjelasan MUI

Mengikut laman kriminalitas.com, Penyidik Polda Jawa Timur masih menunggu keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur untuk menjelasklan adanya dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi. “Kami belum mendalami lebih jauh soal isu ajaran dia,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Boy Rafli Amar kepada wartawan di Mabes Polri, Jumat (7/10/2016). Namun, Boy menerangkan, polisi belum menemukan adanya bukti penyimpangan terhadap ajaran agama yang dilakukan Dimas. “Saya belum lihat kaitan masalah penistaannya. Yang saya lihat adalah tentang pembunuhan dan dugaan penipuan kepada masyarakat. Soal isu ajaran dia di sana kita belum dengar lebih jauh,” jelas Boy. Menurut Boy, polisi fokus menangani kasus kejahatan pembunuhan dan penipuan yang diduga dilakukan Dimas. “Biarlah itu diteliti dulu oleh MUI. Kami fokus (tangani kasus) penipuan dan pembunuhan,” ungkap eks Karopenmas, Divisi Humas Polri ini.
 Taat Pribadi, yang berusia 46 tahun, pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng di Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, telah dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus pembunuhan dan penipuan. Taat diduga terlibat pembunuhan dua orang bekas anak buahnya, yaitu Abdul Ghani dan Ismail Hidayah. Mereka dibunuh karena khawatir akan membocorkan dugaan praktik penipuan penggandean uang, kata polisi. "Dia (Taat Pribadi) yang menyuruh (pembunuhan)," kata Kahumas Polda Jawa Timur, Kombes Argo Yuwono, Senin (03/10) di Probolinggo, seperti dilaporkan wartawan Radio Elshinta di Probolinggo, Mustaghfirin untuk BBC Indonesia (bbc.com).

Kemenag: memilih kepala daerah berdasarkan pada program, bukan karena agama

Seperti diberitakan di jawapos.com, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengharapkan kepada masyarakat dalam memilih kepala daerah berdasarkan pada visi misi program. Bukan karena latar belakang agama. Ini dikatakan karena pada bulan Februari 2017 mendatang, 101 daerah akan menyelenggarakan Pemilhan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. "Utamakan menilai program dan yang dibutuhkan di daerahnya," ujar Lukman di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Kamis (6/10).
 Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut menambahkan, agama tidak bisa dijadikan sebuah ukuran dalam memilih pasangan calon. Pasalnya, Indonesia menjadi kuat karena keberagamaan suku, budaya, dan agama, sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika. "Semua agama itu baik," katanya. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lingkar Madanu untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti mengatakan isu mengenai suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) masih menjadi jurus jitu untuk menyerang lawan politik atau pasangan tertentu dalam Pilkada serentak 2017 mendatang.
 Kampanye negatif berbau SARA untuk di Jakarta marak dilakukan melalui forum media sosial dan keagamaan. Dalam forum tersebut masyarakat diminta tidak memilih calon kepala daerah yang berbeda keyakinan. Begitu, seblumnya, sebagai umat Islam konsekuensinya harus menjalankan ajaran Islam, apabila tidak mengamalkan ajaran Islam sudah pasti kita tidak akan mendapatkan pertolongan Allah SWT. Demikian dikatakan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) KH Shabri Lubis, memberitahu lamannya fpi.or.id. Ia menjelaskan, salah satu ajaran Islam adalah tentang kepemimpinan. "Allah sang pencipta langit dan bumi di dalam Alquran lewat belasan bahkan puluhan ayat mengabarkan agar umat Islam tidak mengangkat orang kafir sebagai pemimpin," kata Ustaz Shabri. Ia menambahkan ayat lainnya dari surat At Taubah ayat 23, dimana Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.”

Mendagri Persilakan Pihak Tak Setuju Kolom Agama di KTP Gugat ke MK

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku mempersilakan jika ada pihak-pihak yang ingin menggugat keberadaan kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), memberitahu sindonews.com. Menurut Tjahjo Kumolo, pemerintah tetap akan mencantumkan kolom agama sesuai keyakinan yang dianut masing-masing. ‎"Bagi kepercayaan, memang tidak ditulis karena undang-undang. Tapi di datanya ada, di formulir pendaftaran KTP itu ada‎ (kolom agama)," kata Tjahjo di Kantornya, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
 Tjahjo mengaku perihal pencantuman kolom agama sudah disampaikan kepada ulama dan tokoh agama lainnya. Menurutnya, pemerintah ‎menetapkan enam agama yang diakui negara. Adapun bagi warga yang memiliki keyakinan di luar enam agama tersebut, pencantuman identitas agama‎ terdata dalam arsip pendaftaran. ‎"Kalau mereka mau mengajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi) ya silakan, karena ini undang-undang," pungkasnya.

Prof. Azyumardi Azra: Sunnah Syiah Bersaudara

"Sunni dan Syiah ini bersaudara. Sumbernya juga sama yaitu Alquran dan Hadist. Dan pertikaian-pertikaian itu hanya karena soal politik atau soal pengaruh saja", mengutip Prof Azyumardi Azra laman majulah-ijabi.org. Seperti yang dilaporkan oleh reporter RRI Jember, Diana Arista, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA menilai pertentangan paham antara Sunni dan Syiah di beberapa kawasan termasuk Bondowoso, merupakan tindakan yang tidak produktif, bahkan hanya menghabiskan energi. “Sunni dan Syiah ini bersaudara. Sumbernya juga sama yaitu Alquran dan Hadist. Dan pertikaian-pertikaian itu hanya karena soal politik atau soal pengaruh saja,” tuturnya usai memberikan kuliah umum kepada mahasiswa program Magister dan Doktor, di Institut Agama Islam Negeri Jember, Sabtu (17/9/2016). Menurut mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini, Sunni dan Syiah harus menjalin komunikasi aktif demi kemaslahatan ummat. Pertentangan yang terjadi selama ini hanya akan menguntungkan pihak ketiga yang menginginkan NKRI terpecah dan memanfaatkan hal tersebut untuk menggantikan ideologi Pancasila. “Kalau kaum Sunni dan Syiah ini ribut-ribut seperti ini apalagi di Indonesia, maka itu tidak akan menguntungkan bagi islam nusantara secara keseluruhan, karena kita sudah lihat permusuhan antara Sunni dan Syiah di Timur Tengah, di Pakistan itu merugikan ummat islam secara keseluruhan. Itulah yang ditunggu oleh orang-orang yang tidak suka dengan Islam. Dan yang dapat keuntungan negara yang membenci islam. Jadi jangan mau Indonesia ini jadi kancah pertarungan,” paparnya. Prof. Dr. Azyumardi Azra menambahkan, bahwa perbedaan Sunni dan Syiah hanya soal politik. Sementara pijakan hukumnya sama-sama menggunakan ilmu fiqih yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam.

KARINA dalam ajang "Indonesia Philanthropy Festival 2016"

Pada tanggal 6-9 Oktober 2016, menurut laman Yayasan KARINA karina.or.id, KARINA akan hadir dalam Ajang Filantropi Terbesar di Indonesia, yaitu "Indonesia Philanthropy Festival 2016" dengan tema "Fostering Partnership for Sustainable Development Goals" di booth D15 Ruang Cendrawasih, Gedung Jakarta Convention Center. Para pengunjung dapat membawa pulang boneka lucu, apabila memberikan dukungan untuk kegiatan-kegiatan KARINA.

Pemerintah Siapkan RUU Perlindungan Umat Beragama

Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, salah satu prioritas kementeriannya saat ini adalah menyiapkan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Perlindungan Umat Beragama, kabarnya laman viva.co.id. Penggodokan rancangan ini dilakukan dengan lintas kementerian dan lembaga terkait. "Maka dalam kesempatan ini kami mengundang semua pihak untuk turut berkontribusi bagi tersusunnya regulasi yang berkeadilan," kata Lukman dalam pidatonya yang dibacakan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kamarudin Amin di acara Simposium Internasional tentang Kehidupan Keagamaan di Kawasan MH Thamrin, Jakarta, Rabu 5 Oktober 2015. Menag berharap regulasi yang disiapkan nanti tidak hanya mengutamakan asas keadilan bagi seluruh umat beragama, namun juga untuk para penganut kepercayaan lainnya yang ada di Indonesia.

Rumah Baru Tahap Satu Yayasan Buddha Tzu Chi di Jagabita

“Terima kasih Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, sekarang rumah saya sudah bagus dan siap dihuni,” ungkap Agus Eni, salah satu warga Kampung Pabuaran, Desa Jagabita, Parung Panjang yang rumahnya dibedah oleh Tzu Chi. Kebahagiaan Agus juga mewakili sepuluh orang warga Jagabita lainnya yang menerima kunci dalam kegiatan serah terima kunci bedah rumah tahap satu Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Minggu, 2 Oktober 2016, seperti diberitakan di laman tzuchi.or.id (Yayasan Buddha Tzu Chi adalah wadah amal keagamaan yang berpusat di Taiwan mengikuti ajaran Buddha Mahayana Kemanusiaan (Humanistic Buddhism), y.i. mengarah ke pemeliharaan orang hidup, persamaan hak kaum wanita dan pria dan kurang upacara pada kaum mati dan meditasi. - Catatan oleh Dr. Igor Popov).
 Kegiatan yang didampingi oleh para relawan Yayasan Buddha Tzu Chi Kantor Penghubung Tangerang ini berlangsung di kantor Balai Desa Jagabita. Salah satu relawan Tzu Chi Tangerang, Ong Hok Cun (Acun) menjelaskan bahwa kegiatan serah terima kunci ini merupakan akhir dari program bedah rumah tahap satu yang ditujukan bagi 11 rumah di Desa Jagabita yang dibedah sejak 23 Juli 2016 lalu. “Kegiatan hari ini adalah serah terima kunci dari 11 rumah yang dibedah pada tahap satu di desa Jagabita setelah 3 bulan pengerjaan,” ungkap Acun. Ia juga berharap bahwa warga yang dibedah rumahnya bisa tinggal dengan layak di rumah yang baru dan lebih mandiri supaya ekonominya bisa meningkat. Kegiatan serah terima kunci bedah rumah tahap pertama di Desa Jagabita ini juga dihadiri oleh aparatur desa Jagabita, TNI, dan Kepolisian setempat yang ikut menyaksikan kegiatan. Awaludin, Sekertaris Desa Jagabita yang menjadi perwakilan dari pemda setempat dalam kegiatan ini mengapresiasi acara serah terima kunci bedah rumah tahap pertama di Desa Jagabita. “Kami atas nama aparatur Desa Jagabita merasa terbantu dengan adanya bantuan di Kabupaten Bogor diprioritaskan untuk bedah rumah,” ungkapnya. Awaludin juga merasa bantuan yang diberikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia tepat sasaran yaitu kepada warga yang secara ekonomi kurang mampu. Ia juga berharap warga yang sudah dibantu bisa fokus mencari nafkah dan menyekolahkan anak-anak mereka di masa depan. Setelah selesai kegiatan di Balai Desa Jagabita, para relawan Tzu Chi Tangerang kemudian membentuk barisan untuk mendampingi para penerima bantuan menuju rumah mereka masing-masing. Para relawan Tzu Chi Tangerang juga membawa onde-onde dengan gula merah dan putih yang melambangkan hubungan erat serta jalinan jodoh, serta telur merah yang memiliki makna bersemangat untuk menjaga keutuhan yang akan diserahkan kepada 11 warga yang rumahnya telah selesai dibedah.
 Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia juga sudah mulai melaksanakan bedah rumah tahap ke dua yang berjumlah 10 rumah di Kampung Pabuaran, Desa Jagabita, Parung Panjang, Bogor yang dimulai dilaksanakan pada tanggal 26 September 2016. Program bedah rumah ini merupakan salah satu usaha untuk membantu masyarakat yang kurang mampu di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

NU kecam senator Australia terkait imigran Muslim

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand (PCI NU ANZ) mengecam keras pernyataan Senator Australia Pauline Hanson yang mengusulkan penghentian masuknya imigran Muslim ke Australia. Rais Syuriyah PCI NU ANZ Prof Dr Nadirsyah Hosen dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, mengikut antaranews.com, menyatakan bahwa Pauline Hanson dan berbagai sikapnya yang intoleran berpotensi menebarkan kebencian terhadap umat Islam di Australia. "Umat Islam di Australia selama ini telah hidup secara harmonis, taat aturan, dan berperan aktif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan," kata dosen senior pada Fakultas Hukum Universitas Monash itu. Pernyataan Nadirsyah itu merupakan sikap resmi PCI NU ANZ yang menggelar Konferensi Cabang pada tanggal 1-2 Oktober 2016 di Adelaide. Selain memilih kepengurusan baru, kegiatan tersebut juga menyikapi isu-isu terkini.

PGI Menilai Jakarta Tak Ingin Dialog Damai dengan Papua

Seperti diberitakan di laman satuharapan.com, Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Henri Lokra, menilai pemerintah Indonesia tidak memiliki keinginan menyelesaikan permasalahan di Papua dengan jalan damai dan dialog damai. "Jalan Damai, Dialog Damai yang diusulkan oleh LIPI dan lembaga advokasi masalah Papua atau pelanggaran HAM di Papua sampai hari ini tidak dilaksanakan pemerintah Indonesia. Hal  terlihat pemerintah tidak ingin menyelesaikan persoalaan dengan dialog damai ," kata dia di Grha Oikoumene, Jakarta pada hari Rabu (5/10).
 Menurut dia, pelanggaran HAM telah terjadi di Papua. Pertama, tahun 1977 dengan membumi hanguskan puluhan desa di Wamena, dengan melakukan pembunuhan dan pengeboman. Kedua, ada sepuluh ribu masyarakat Papua mengungsi di PNG menyusul pembunuhan Antropolog Universitas Cendrawasih padatahun 1984. Ketiga, kasus pembunuhan Paniai yang juga belum selesai di era Presiden Joko Widodo. "Pemerintah Joko Widodo harus melakukan dialog damai dalam menyelesaikan permasalahan damai di Papua karena sudah ada roadmap yang disusun LIPI," kata dia. Dia mengatakan PGI memandang HAM merupakan masalah universal. Karena itu, kata dia, Indonesia tidak bisa menutup mata terhadap perhatian negara lain termasuk tujuh negara terhadap masalah keamanan di Papua. "Kerja-kerja advokasi yang kami lakukan di Papua bertujuan membangun trust tetapi kalau setiap hari orang melihat ada pembunuhan, orang berkumpul mendapat penjagaan ketat dengan polisi dan tentara bersenjata lengkap, hal itulah membuat masyarakat Papua tidak percaya kepada Indonesia." kata dia.

PHDI Usulkan Pamangku Dapat BPJS Ketenagakerjaan

Sebab, saat ini bagi pamangku yang masuk dalam golongan menengah ke bawah belum memiliki jaminan kesehatan yang dapat menjamin kehidupannya saat ngayah di pura. Hal itu diungkapkan oleh Ketua PHDI Provinsi Bali Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi disela-sela acara sosialisasi Program PHDI Bali ke Kabupaten/Kota se-Bali, di Sekretariat PHDI Bali, Jalan Ratna, Denpasar, Selasa (27/9), memberitahu nusabali.com. PHDI Bali mengusulkan tunjangan kesehatan itu melalui BPJS Ketenagakerjaan. “Jadi pamangku yang ada di Bali, khususnya yang memiliki penghasilan menengah ke bawah tidak lagi memikirkan biaya kesehatannya sehingga fokus dengan kepemangkuannya untuk ngayah," imbuhnya. Ngurah Sudiana menyebut untuk pembayaran iuran BPJS sendiri akan diusulkan kerjasama dengan LPD sebagai lembaga perkreditan yang memiliki program untuk desa. “Semua biaya BPJS nanti akan ditanggung oleh LPD sesuai dengan kesepakatan. Kami yang memprogramkan. Sinergi ini sebagai bentuk yadnya kepada pamangku yang bertugas," kata Ngurah Sudiana. Sementara Drs Nyoman Cendikiawan MSi, selaku Ketua Badan Kerjasama LPD Bali mengapresiasi program yang dibuat oleh PHDI tersebut, karena itu pihak LPD mendukung dengan bekerjasama dalam pendanaannya.

Resmikan Sekolah Buddha, Wali Kota Bandung Sebut Dirinya Wali Kota untuk Semua Umat Beragama

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil beserta Pembimbing Masyarakat Budha Kantor Wilayah Kenterian Agama Provinsi Jawa Barat, Eko Supeno meresmikan gedung pendidikan Bodhi Sinar Terang Bandung dan Cetiya Bodhi Sinar Terang Bandung di Jalan Jenderal Sudirman No. 478-480 Bandung, Minggu (2/10/2016), kabarnya Kompas.com. Kegiatan itu sempat ia unggah melalui akun instagramnya @ridwankamil. "Meresmikan sekolah dan tempat ibadah umat Budha Bandung 'BodhiSinar Terang' di Jln Sudirman. Semoga tempat ini melahirkan manusia cerdas, baik hati, mencintai kemanusiaan dan bermanfaat untuk bangsa dan negara," tulis Ridwan dalam keterangan fotonya. Postingan itu pun memicu ragam komentar dari netizen. Namun, pria yang akrab disapa Emil itu langsung memberi penjelasan perihal kegiatannya tersebut. "Ada yang tanya kenapa yang begini di-posting? Karena ini agenda kedinasan wali kota dan saya secara sumpah adalah wali kota yang menjadi bapak dari semua umat beragama," jelas Emil dalam postingan-nya. Di sela kegiatan itu, Emil menuturkan, seluruh masyarakat Kota Bandung berhak mendapat pelayanan dan perlakuan yang sama dari wali kota. "Sebagai Wali Kota Bandung saya adalah wali kota semua umat beragama, mau agamanya apa saja, selama orang itu KTP Bandung mendapat perlindungan dari saya, mendapat restu dari saya,” ucapnya. Sekolah yang dimiliki oleh Yayasan Dharma Sugih Sejati itu terdiri dari 5 lantai dengan berbagai fasilitas yang representatif, mulai dari ruang kelas, multimedia, kolam renang, dan sarana ibadah.
 Sekolah tersebut menyelenggarakan pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah ini telah berdiri selama 5 tahun dan telah menempati gedung pendidikan ini selama kurang lebih 3 tahun. Meski sekolah tersebut berbasis agama Buddha, namun sekolah ini juga memberikan fasilitas yang sama untuk siswa agama lain, termasuk dalam hal tempat ibadah. Emil pun mengapresiasi sikap pihak yayasan yang tidak membeda-bedakan muridnya berdasarkan suku bangsa dan agama. "Artinya ini sangat menghormati konteks warga Kota Bandung yang mayoritas mungkin agamanya non-Buddha. Ini menunjukkan kebesaran hati dan toleransi antar umat beragama," jelasnya. 

HUT ke-40 Sanggha dan Majelis Buddha Therawada

Pada bulan Oktober ini dua badan agama Buddha Therawada menyelenggarakan acara Syukuran ke-40. Nama Therawada berarti "ajaran Sesepuh", ini aliran Buddhis tertua.
 Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (Magabudhi) didirikan pada Tgl 3 Oktober 1976 di Bandung dengan nama Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (Mapanbudhi), sejak 1995 nama modern, dan terdiri dari para pandita serta calon pandita (upacarika).
 Sanggha Therawada Indonesia (STI) adalah organisasi kebiaraan para biksu serta samanera yang didirikan oleh lima bhikkhu pada 1976 di Vihara Maha Dhammaloka (sekarang Vihara Tanah Putih), Semarang; dipimpin oleh Pasamuan Agung (Maha Sangha Sabha), Dewan Pimpinan (Karaka Sangha Sabha) dan Dewan Sesepuh (Thera Samagama); berpusat di Vihara Samaggi Jaya dan Vihara Bodhigiri Balerejo di Blitar, Jawa Timur.

Vihara Bodhigiri Balerejo (sumber foto: www.bodhigiri.com)