HUT ke-70 Negara Indonesia Timur, negara kerukunan keagamaan


Pada 24 Desember tahun ini genap 70 tahun menjadi Negara Indonesia Timur (NIT, bahasa Belanda Deelstaat Oost-Indonesië), negara tersendiri pada th. 1946-1950 yang meliputi wilayah Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara), Sulawesi dan Kepulauan Maluku, ibukotanya Makassar. Kemudian NIT menjadi bagian Republik Indonesia Serikat dan kemudian bubar dan semua wilayahnya melebur ke dalam Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
 Negara ini dibentuk berbeda dengan proklamasi kemerdekaan RI pada th. 1945 di Jakarta, karena tanpa perang merdeka, tetapi sesuai dengan izin Belanda setelah dilaksanakan Konferensi-konferensi Malino, Pangkal Pinang dan Denpasar th. 1946 yang bertujuan untuk membahas gagasan berdirinya negara independen. Pada akhir Konferensi Denpasar 24 Desember 1946, negara baru ini dinamakan Negara Timur Besar, namun kemudian diganti menjadi Negara Indonesia Timur pada tanggal 27 Desember 1946.
 Konferensi Malino meleksanakan setelah Australia menyerahkan kembali wilayah Indonesia timur kepada Belanda pada 15 Juli 1946 dan dipimpin oleh Letnan Gubernur Jendral Van Mook. Konferensi ini di Kota Malino, Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Juli - 25 Juli 1946 dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan (Borneo) dan Timur Besar (De Groote Oost) dengan tujuan membahas rencana pembentukan federasi di Indonesia bagian Timur, alhasil menjadi "Komisi Tujuh", anggota luar biasa Dewan Kepala-kepala Departemen (Raad van Departementshooden) untuk urusan kenegaraan adalah Sukawati (Bali), Najamuddin (Sulawesi Selatan), Dengah (Minahasa), Tahya (Maluku Selatan), Dr. Liem Tjae Le (Bangka, Belitung, Riau), Ibrahim Sedar (Kalimantan Selatan) dan Oeray Saleh (Kalimantan Barat).
 Pada 1-12 Oktober 1946 dilangsungkan pula konferensi dengan wakil golongan minoritas Konferensi di Pangkal Pinang, Pulau Bangka (Belanda, Cina dll).
 Akhirnya, Konferensi Denpasar bertempat di Bali Hotel, Denpasar, Bali dari tanggal 7 (resmi sejak tgl. 18) sampai 24 Desember 1946, telah tanpa perwakilan Kalimantan, terdiri atas perwakilan daerah-daerah timur, y.i.: Sulawesi Selatan 16 orang, Minahasa 3 orang, Sulawesi Utara 2 orang, Sulawesi Tengah (Donggala) 2 orang, Sulawesi Tengah (Poso) 2 orang, Sangihe dan Talaud 2 orang, Maluku Utara 2 orang, Maluku Selatan 3 orang, Bali 7 orang, Lombok 5 orang, Timor dan pulau-pulau sekitarnya 3 orang, Flores 3 orang, Sumbawa 3 orang, Sumba 2 orang, plus 15 orang perwakilan golongan minoritas (Belanda, Cina dan Timur Asing lain), seluruh 70 orang. Konferensi terpimpin oleh Komisaris Pemerintah untuk Kalimantan dan Timur Besar (Regeeringscommissaris voor Borneo en de Groote Oost) Dr. W.Hoven serta Letnan Gubernur Jenderal Van Mook. Konferensi menghasilkan dokumen yang membahas pembentukan Komisi Mahkota (perantara dengan Kerajaan Belanda), dewan perwakilan rakyat sementara (DPRS), pembagian kekuasaan, keuangan dan pendirian daerah otonomi, kepala negara bagian, kabinet dan menteri Negara Indonesia Timur.

Bendera Negara Indonesia Timur

 Negara Indonesia Timur terdiri dari kurang lebih independen 13 daerah otonomi: Daerah Sulawesi Selatan; Daerah Minahassa; Daerah Kepulauan Sangihe dan Talaud; Daerah Sulawesi Utara; Daerah Sulawesi Tengah; Daerah Bali; Daerah Lombok; Daerah Sumbawa; Daerah Flores; Daerah Sumba; Daerah Timor dan kepulauan; Daerah Maluku Selatan; Daerah Maluku Utara.
 Presiden Negara Indonesia Timur adalah Cokorda Gde Raka Sukawati. Ketua DPRS adalah Mr. Tadjoeddin Noer. Selaku Perdana Menteri adalah: 13 Jan 1947 - 02 Jun 1947 - Nadjamoedin Daeng Malewa - Kabinet Pertama; 02 Jun 1947 - 11 Okt 1947 - Nadjamoedin Daeng Malewa - Kabinet Kedua; 11 Okt 1947 - 15 Des 1947 - Kabinet Warouw; 15 Des 1947 - 12 Jan 1949 - Ide Anak Agung Gde Agung - Kabinet Pertama; 12 Jan 1949 - 27 Des 1949 - Ide Anak Agung Gde Agung - Kabinet Kedua; 27 Des 1949 - 14 Mar 1950 - Kabinet J.E. Tatengkeng; 14 Mar 1950 - 10 Mei 1950 - Kabinet D.P. Diapari; 10 Mei 1950 - 17 Agu 1950 - Kabinet J. Poetoehena.
 Presiden Tjokorda Gde Raka Soekawati (ejaan baru: Cokorda Gde Raka Sukawati), (lhr Ubud, Bali, 15 Januari 1899 dan meninggal th. 1967), seorang Bali dari kasta ksatria. Dia selesai Sekolah untuk pegawai Indonesia, sejak th. 1918 mulai bekerja selaku auditor (pengawas) di Bandung, Denpasar dan Ubud. Pada th. 1924 dipilih ke Dewan Rakyat Indonesia Belanda. Pada th. 1931 berjalan belajar ilmu pertanian di Eropa. Ia memiliki dua orang istri, yang pertama adalah orang Bali yaitu, Gusti Agung Niang Putu yang memberikan seorang putra yang bernama Tjokorda Ngurah Wim Sukawati. Pada tahun 1933, ia menikahi seorang perempuan Prancis bernama Gilbert Vincent, yang memberikannya dua orang anak.

Presiden Cokorda Gde Raka Sukawati Apr 1948 Sulawesi Utara
(sumber foto: wikimedia.org)

 Negara Indonesia Timur menjurus pada politik federalis dan persemakmuran dengan Kerajaan Belanda. Partai Republik oleh Sukarno di Jawa dan Sumatera dan juga oposisi republiken didalam NIT telah lihat mereka sebagai vasal Belanda. Kelak, pada aksi militer Belanda kedua Pemerintah NIT oleh Anak Agung Gde Agung memprotes dan mendekatkan diri ke Republik Indonesia.
 Negara Indonesia Timur menjadi projek sementara sebagai negara federalis (serikat) dan kerukunan Indonesia Timur dan Eropa tanpa perang. Di negeri ini tiada dominasi satu agama atau suku (apa ada di RI), tetapi persamaan de yure dan de fakto wilayah Kristiani, Islami dan Hinduis.

Presiden Cokorda Gde Raka Sukawati bersama isteri Apr 1948 Sulawesi Utara
(sumber foto: wikimedia.org)

Presiden Sukawati Gde Raka Sukawati bersama keluarga
(sumber foto: nusabali.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar