Sore itu, alunan irama dan nada gamelan mengalun pelan. Langit sore di seputaran Yogyakarta selatan mendung mengawali dibukanya Parade Gending Rohani Se-Klasis Yogyakarta Selatan yang diselenggarakan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Brayat Kinasih Yogyakarta pada 15 September 2017 dimulai pukul 16.00
, dilansir gkj.or.id. Parade kali ini menampilkan 14 peserta dari GKJ Se-Klasi Selatan Yogyakarta GKJ Tegalrejo, GKJ Brayat Kinasih, GKJ Sumberagung, GKJ Wonocatur, GKJ Gondokusuman, GKJ Madukismo, GKJ Canden, GKJ Sidomulyo, GKJ Patalan, GKJ Pundong, GKJ Mergangsan, GKJ Kotagede, GKJ Bantul. Parade ini diharapkan mampu memberi ruang dan fasilitas bagi jemaat yang mencintai sekaligus ingin memelihara budaya Jawa. Sore itu acara dibuka dengan gending Manguyuyu, Tari Gambyong, Doa Pembukaan, Sambutan Panitia dan Sambutan SINODE/BAPELLKLAS. Setiap penampil diberi waktu 15 menit untuk menampilkan gending rohani dengan aransemen bebas baik ladrang, ketawang, atau lancaran. Beberapa peserta rata-rata menampilkan 3 sampai dengan 4 gending.
Parade ini bertujuan memberikan ruang ekspresi mengenai artikulasi gending gerejani. Seperti dari GKJ Gondokusuman menampilkan 3 judul gending KIDUNG PASAMUAN KRISTEN (KPK) : 1. KPK 27 "ASMANE GUSTI KULA" 2. PKJ 40 "KASIHANILAH AKU YANG LEMAH" 3. KPK 343 "PURNANING PANGABEKTI" dengan pelatih sekaligus komposer Welly Hendratmoko, dimana salah satu gendingnya ada yang menggunakan instrument rebana menambah irama gending menjadi harmonisasi yang indah. Dalam parade ini tidak bersifat kompetisi namun lebih kepada ruang pertukaran gagasan dan kreativitas dalam memainkan komposisi gending gerejani. Peristiwa kebudayaan ini hendaknya mampu memberikan nilai dan semangat dalam pencapaian tradisi baru di kalangan umat kristiani. Khususnya bagi mereka generasi sekarang yang masih peduli dan mencintai akar identitas musik Nusantara mereka sendiri yaitu gamelan. Disela parade gending berlangsung, Pendeta Sundoyo dari GKJ Brayat Kinasih mengungkapkan berkaitan dengan teologi dan kekristenan bahwa posisi GKJ sangat jelas melihat budaya itu sebagai konteks dimana seorang Kristen GKJ berteolog. Budaya menjadi tempat berpijak dan berteologi menghayati tentang kekristenan.
Menurut Pdt. Sundoyo S.Si M.BA, "budaya memang secara spesifik dalam hal ini gamelan adalah konteks gereja sebagai prinsip yang pertama. Kemudian prinsip kedua Jawa adalah nilai dan cara hidup. Dan gamelan itu yang Nampak mewakili dari nilai-nilai tersebut. Tentu saja secara mendalam filosofinya nilai-nilai Jawa." Memang dalam harmoni gamelan dipandanmg sebagai sarana untuk membangun komunal dengan nilai penghayatan yang lebih dinamis. Nilai-nilai kebersamaan inilah yang bisa dipelajari dari perwujudan gamelan. Nilai budaya akan terus dinamis, maka gereja harus semakin memantapkan posisinya melihat arah kebudayaan itu dengan seksama sesuai dengan perkembangan zaman. Gamelan harus bisa selalu diterima dan dihidupi oleh anak muda. Gamelan GKJ tidak akan kehilangan nilai yang lebih modern dengan anak-anak muda. Perangkat musik digital yang saat ini berkembang bisa menambah warna dan harmoni gamelan dalam lingkungan GKJ. Pdt Sundoyo S.Si M.BA, juga berharap "gereja harus memberi ruang dan fasilitas eksrpesi anak muda dengan alat yang ada agar gamelan terus berkembang di dalam gereja. Gamelan sebagai konteks, GKJ punya tanggung jawab secara semacam mandat hati bahwa GKJ menjadi bagian dari kebudayaan Jawa untuk memeliharanya terus menerus."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar