Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sahat Martin Philip Sinurat, mengapresiasi pemerintah pusat yang selama beberapa tahun terakhir ini meningkatkan pembangunan infrastruktur di luar Jawa, termasuk di provinsi Papua dan Papua Barat, namun Sahat mengingatkan, pembangunan infrastruktur harus juga diimbangi dengan pembangunan sumber daya manusia dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan Sahat seusai melantik Badan Pengurus GMKI Cabang Sorong, Manokwari, dan Fakfak, saat membuka kegiatan Pengkaderan GMKI, di Gereja GKI Maranatha, Kota Sorong, Senin, 18 Desember 2017 lalu, seperti dilansir reformata.com. "Selama puluhan tahun, pada beberapa rezim pemerintahan sebelumnya, tanah dan masyarakat Papua telah merasakan ketidakadilan. Tindakan represif dan pendekatan kekerasan yang dilakukan bahkan hingga saat ini juga semakin menambah tugas rumah pemerintah," ujar Sahat dalam rilis persnya. Menurut dia, sekarang adalah momen krusial bagi Presiden Jokowi untuk membangun lagi kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah. "Jokowi sudah berkali-kali, bahkan dalam waktu dekat akan datang lagi ke Tanah Papua. Ini menunjukkan Presiden memperhatikan masyarakat Papua. Namun Presiden harus juga memastikan semua bawahannya, termasuk pemerintah daerah, memiliki perhatian yang sama dan siap mengikuti irama yang sudah dibangun oleh Presiden," tegas Sahat. Sahat mencontohkan tentang penyelesaian persoalan HAM di Papua yang merupakan agenda pemerintahan Jokowi-JK. Salah satu agenda Nawacita bahwa pentingnya menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Sahat juga mempertanyakan tentang keseriusan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan, dan efektifitas pembangunan di Papua dan Papua Barat. "Tahun 2016 lalu Jokowi menyampaikan bahwa alokasi anggaran untuk pembangunan provinsi Papua dan Papua Barat masih tidak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan yang ingin dicapai. Presiden saat itu mengatakan bahwa hampir 50% program kementerian maupun daerah cenderung memilih daerah yang sudah mapan dan mudah diakses. Akibatnya Indeks Pembangunan Manusia di Papua masih jauh dari harapan," lanjut Sahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar