Buka Puasa Bersama di Wihara: Cara Kelompok Minoritas Rangkul Mayoritas

Umat Buddha berharap acara buka puasa bersama dapat menjadi momen untuk berbagi dan merajut persatuan. Pada sisi lain, pengamat Setara Institut menyoroti kegiatan lintas agama sejenis masih lebih sering diinisiasi kelompok minoritas dibandingkan kelompok agama mayoritas. Mengikut pemberitaan dari laman "satuharapan.com", sore itu, Wihara Kim Tek Le atau Dharma Bakti di Jakarta Barat tampak ramai.
Di sisi sebelah kanan pintu masuk wihara, beberapa orang bersembahyang sambil membakar hio. Namun, di sisi sebelah kiri wihara, terlihat pemandangan yang tak biasa. Saat itu, puluhan umat wihara bergotong-royong menyiapkan makanan buka puasa di atas meja, yang dilapisi taplak berwarna merah. Ada yang sedang menyendoki nasi ke dalam piring, dan ada pula yang menaburkan kerupuk ke tumpukan piring yang ada. Selain itu, ada pula yang sedang menuangkan takjil kacang hijau ke dalam gelas plastik. Tepat saat jam berbuka puasa, puluhan anak-anak hingga orang dewasa memasuki halaman wihara untuk menikmati makanan berbuka gratis itu. Saepul Anwar, pedagang asongan, adalah salah seorang yang menikmati hidangan tersebut sejak bulan puasa dimulai. "Ya ramai, enak ya (acaranya) ramai-ramai. (Makanannya) ya lumayan enak," kata Saepul. Lim Amoi, seorang warga Tambora, Jakarta Barat, adalah salah satu jemaat wihara yang ikut menyiapkan makanan berbuka setiap harinya. Ia datang ke wihara setiap pukul 16.00 sore,  khusus untuk mempersiapkan makanan-makanan yang akan dihidangkan. Ia mengaku sangat bahagia melihat orang-orang dapat berkumpul untuk berbuka puasa. Lim menambahkan, ia berharap kegiatan itu dapat memupuk persatuan warga. "Itu sangat diharapkan, semua bisa rukun, berbaur," katanya.
 Ketua Dewan Pembina Wihara, Yusuf Hamka, yang juga merupakan tokoh Muslim Tionghoa Indonesia, menyebut itu adalah penyelenggaraan tahun kedua,  di mana umat wihara bergotong- royong menyiapkan makanan buka puasa gratis setiap harinya selama bulan puasa. Makanan sebanyak 300 porsi per hari itu, kata Yusuf, dibeli dari warteg-warteg sekitar,  untuk menjamin makanan tersebut halal. Dengan begitu, tambahnya, kegiatan tersebut juga menguntungkan usaha-usaha di sekitar wihara. Yusuf menambahkan, kegiatan itu didanai umat-umat wihara yang sangat antusias dan mengumpulkan uang sekitar Rp 300 juta untuk kegiatan itu. "Saya berharap, teman-teman yang ekonominya mampu, kita harus merangkul mayoritas karena kita perlu kesatuan dan persatuan. Kita satu bangsa tanpa embel-embel pribumi dan nonpribumi,“ katanya, yang dilansir bbc.com pada Minggu (19/5). Ia mengakui, hingga saat ini memang kegiatan lintas agama seperti itu masih lebih aktif diinisasi kelompok minoritas. Tapi, ia mengatakan yakin ke depannya kelompok agama mayoritas juga bisa melakukan hal serupa. "Yang kita rajut dulu dari yang minoritas merangkul mayoritas," kata Yusuf. "Nanti dari mayoritas pelan-pelan juga dengan sendirinya kalau melihat minoritasnya sangat baik, sangat memperhatikan, pasti yang mayoritas berbondong-bondong, bukan hanya untuk berinteraksi, tapi menjaga yang minoritas," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar