Dakwah Damai di Indonesia Timur Bisa Dijadikan Teladan Para Guru Agama

Kawasan Indonesia Timur memiliki teladan dalam dakwah Islam yang damai dan toleran. Salah satunya adalah Sultan Babullah. Sebagai Raja, Sultan Babullah dikenal sukses dalam dakwah karena pendekatannya yang mengedepankan cara-cara damai dan dialog antara Kesultanan Ternate dengan tokoh-tokoh Kristiani dan agama lainnya. Karenanya, mengikut ungkapan di laman nu.or.id, sudah semestinya para guru Pendidikan Agama Islam (PAI), khususnya di Ternate dan Papua untuk mencontoh pendekatan dakwah Sultan Babullah. Pesan ini disampaikan Pgs. Direktur Pendidikan Agama Islam pada Sekolah M. Nur Kholis Setiawan saat memberikan pembekalan kepada peserta Workshop Peningkatan Kompetensi Guru PAI di Sekolah di Sorong, Sabtu (24/9). Diikuti para guru PAI di kawasan Indonesia Timur, kegiatan ini menjadi bagian dari upaya Kementerian Agama dalam meningkatkan kompetensi Guru PAI, khususnya dalam memperkuat wawasan keagamaan yang damai sebagaimana dicontohan oleh para penyebar Islam di kawasan Papua dan Maluku. Menurut Nur Kholis Setiawan, keberhasilan dakwah Islam Sultan Babullah tidak terlepas dari kesuksesannya dalam memadukan fiqih dan tasawuf. Dua entitas itu menjadi penentu, karena Islam yang sampai di sini adalah Islam yang bercorak fiqih dan tasawuf. "Fiqih mengajarkkan cara berfikir kreatif dan memberi solusi atas berbagai masalah, sementara tasawuf mengajarkan tatanan masyarakat dan harmoni sosial," ujarnya. Dalam tradisi literasi Muslim, pendekatan dakwah Sultan Babullah dapat ditelusuri rujukannya pada karya-karya ulama terdahulu, salah satunya kitab Sulamut Taufiq yang ditulis pada sekitar abad 16-17. Kitab Fiqih bercorak sufistik ini telah diberikan syarah oleh dua ulama nusantara yaitu Syaih Nawawi Al-Bantani (Mirqatu Su'udit-Tashdiq), dan Mbah Abdul Hamid Pasuruan (Nadzam Sulamut Taufiq). Kedua ulama tersebut juga dikenal sebagai tokoh sentral dalam membangun harmoni di nusantara ini. Lebih dari itu, keduanya adalah guru bagi ulama masa kini yang terus berproses dalam tradisi belajar, mengajar, dan mengamalkan. "Fahadza juz'un latiifun yassarahu Allahu ta'ala fi-ma yajibu ta'allumuhu wa ta'limuhu wal-'amalu bihi lil 'aami wal khaasi (ini adalah bagian (kitab) sederhana. Semoga Allah memudahkan bagi orang yang mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan baik untuk kalangan umum dan kelompok khusus)," demikian M. Nur Kholis mengutip salah satu penggalan kalimat pada muqaddimah Kitab Syarah Sulamut Taufiq yang berjudul Mirqatu Su'udi Tashdiq karya Syeh Nawawi Al Bantani.
 Sementara itu, Abdul Rumkel, Kepala Bidang Pendidikan Islam Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua Barat, menyambut baik prakarsa Direktorat PAIS dalam menyelenggarakan kegiatan peningkatan kompetensi Guru PAI di Sekolah, khususnya di wilayah Papua Barat dan Papuan. Bagi Rumkel, "Guru harus selalu disegarkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam menghadapi tantangan global". Senada dengan hal itu, Unang Rahmat, Kasubdit PAI pada SMA bertekad agar guru-guru PAI termasuk di Papua Barat dan Papua harus mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal meningkatkan kualitas diri dengan wilayah Indonesia lainnya. Agar bisa melibatkan lebih banyak peserta, lanjutnya, lokasi kegiatan sengaja diselenggarakan di Sorong. "Kalau diselenggarakan di Jakarta tentu tidak akan banyak guru yang terlibat di Papua Barat ini dan biayanya juga tidak sedikit," tandasnya.

Paus Fransiskus Nikmati Lagu dari Indonesia

Paduan suara Mia Patria dari Indonesia mendapat kesempatan menampilkan beberapa lagu di hadapan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sedunia, Paus Fransiskus, dan ratusan ribu umat yang memadati halaman Basilika St Petrus di Vatikan. Rombongan Mia Patria mendapat kehormatan untuk tampil menyanyikan sejumlah lagu Indonesia dalam "Papal Audience". Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Tiga Pensosbud KBRI Vatikan Sturmius Teofanus Bate kepada Perwakilan Antara di London, Kamis (22/9/2016), sebagaimana dikutip di laman Kompas.com. Dalam acara "Papal Audience" yang merupakan acara rutin Sri Paus keluar ke halaman Basilika Santo Petrus untuk beraudiensi dengan peziarah dan masyarakat umum yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang. Pada acara tersebut, untuk pertama kalinya beberapa lagu Indonesia dikumandangkan di hadapan umat yang memadati halaman Basilika St Petrus. Group Mia Patria tampil memukau dengan mengenakan busana tradisional berbagai daerah menyanyikan sejumlah lagu rohani dan lagu nasional Indonesia. Selain lagu reliji, rombongan Mia Patria juga melantumkan tiga lagu nasional yakni Satu Nusa Satu Bangsa, Garuda Pancasila, dan Indonesia Tanah Air Beta serta lagu daerah Indonesia seperti lagu Batak Alusi Au Batak dan Ondel-ondel dari Jakarta. Penampilan unik ini mendapatkan aplause dari audiens. Tidak sedikit yang menyempatkan diri berpose bersama rombongan Mia Patria. Group Mia Patria berada di Roma dari 20 hingga 25 September 2016 dalam rangka cultural trip yang didukung KBRI Vatikan. Selain tampil di hadapan Paus Fransiskus, rombongan Mia Patria dijadwalkan mengisi acara Festival Dell-Oriente di Napoli, 23 September. Juga akan tampil dalam pagelaran Spettacolo Culturale Indonesiano yang diadakan KBRI Vatikan di Collegio San Paolo Apostolo, Roma, 24 September 2016.

Bupati resmikan Gereja Katolik St. Yosep Kemantan Kalimantan

Bupati Sekadau Rupinusmeresmikan Gereja Katolik Santo Yosep Dusun Kemantan Desa Selalong, Keuskupan Sanggau, Kalimantan Barat, Sabtu (17/9/2016). Hadir dalam peresmian Gereja Katolik Santo Yosef, Ketua DPRD Sekadau, Kepala BKD, Kepala BLH dan jajaran SKPD. Hadir pula Uskup Keuskupan Sanggau Mrg Yulius Mencucini CP, Pastor Paroki Santo Petrus dan Paulus Sekadau Kristianus CP dan juga tokoh masyarakat. Ketua Panitia pembangunan menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah kabupaten sekadau, keuskupan sanggau, para donatur dan umat katolik atas dukungan dan kerjasama sehingga pembangunan gereja katolik tersebut bisa selesai dan bisa diresmikan oleh bupati. Mengenai biaya pembangunan Gereja Katolik Santo Yosep Dusun Kemantan Desa Selalong yang berkuran 12×20 meter itu dibantu oleh pemerintah daerah sebesar Rp168 juta.
 “Terimakasih kepada Pak Bupati dan Bapak Uskup yang sudah memberikan perhatian yang luar biasa kepada umat,”  ucapnya, sebagaimana dikutip indonesia.ucanews.com dari Tribun Pontianak. Bupati Sekadau Rupinus menyampaikan ucapan selamatnya kepada umat. Ia juga mengucapkan terimakasih kepada Uskup atas kesediaannya selalu hadir dalam peresmian gereja yang ada di Kabupaten Sekadau. “Tak lupa juga ucapan terimakasih kepada masyarakat yang telah bersusah payah membangun gereja dan juga kepada pihak-pihak yang telah mendukung,” ujarnya. Orang nomor satu di Bumi Lawang Kuari ini meminta agar gereja tersebut dipelihara dengan baik, ditanam dengan pohon sehingga lingkungannya sejuak dan nyaman, jaga kebersihannya dan rajin lah sembayang, jika ada masalah datangi gereja.

Kembali ke Brahmana Sista: tidak memandang asal-usul pendeta

Parisada sesuai Weda adalah lembaga brahmana sista (pendeta Hindu yang memiliki keahlian tertentu, Red). Mengikut laman baliexpress.news, posisi parisada sebagai brahmana sista ini harus kembali ditegakkan dalam Mahasabha Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) pada akhir Oktober ini di Surabaya, Jatim. Demikian kesimpulan dialog antara pendeta, tokoh, dan aktivis Hindu di Bali Hotel Denpasar, Rabu (21/9). Pada dialog tersebut hadir Ida Acarya Yogananda, Ida Pandita Mpu Acaryananda, Brahmana Guna Awatara, Ida Pedanda Bang Buruan Manuaba, Ida Bhagawan Hyang Anulup Pemecutan, Drs. I Ketut Wiana, M.Ag, Drs. I Ketut Ngastawa, SH, dan undangan lainnya. Wiana mengatakan, sesuai Weda, lembaga Parisada merupakan lembaga brahmana sista, tetapi perkembangannya belum bisa seperti itu. Hal seperti itu, tidak ideal bagi pengembangan Parisada. Karena itu, Parisada harus dikembalikan kembali ke brahmana sista agar sesuai dengan kitab suci. Acarya Yogananda sepakat dengan hal itu, tetapi perkembangan situasi menghendaki jalan tengah. Jalan tengahnya adalah brahmana sista (brahmana ahli), ditambah dengan brahmana perwakilan etnis dan sampradaya Hindu. Karena itu, jumlahnya harus diperbanyak menjadi 33 sehingga bisa mengakomodasikan kepentingan umat. Ida Pandita Mpu Acaryananda menambahkan, pendeta Hindu yang ahli memang harus menjadi bagian hakiki dari Parisada sesuai kitab suci. Posisi brahmana ahli ini diperlukan untuk menjawab berbagai permasalahan umat Hindu. Sebab permasalahan umat Hindu semakin komplek dewasa ini. Ida Rsi Bhujangga menambahkan dalam menempatkan brahmana ahli di parisada hendaknya tidak memandang asal-usul pendeta. “Dari keluarga apa pun pendeta itu harus diperlakukan sama. Lihat Beliau dari keahliannya saja, bukan asal-usulnya,” katanya.

Rabithah Alawiyah Terjun Bantu Korban Bencana Garut

Seperti dilagsir di laman republika.co.id, sebagai bagian dari upaya meringankan beban korban bencana di Garut, organisasi Rabithah Alawiyah terjun langsung ke lokasi bencana (Rabithah Alawiyah adalah organisasi kemasyarakatan terdiri dari keturunan Arab, khususnya yang memiliki keturunan Nabi Muhammad, didirikan pada th 1928 di Jakarta oleh Said Ahmad bin Abdullah Assegaf, dll. - catatan oleh Dr. Igor Popov). Ormas Islam  menerjunkan satu tim khusus yang diinisiasi oleh pengurus Rabithah DPC Bandung. Ketua Rabithah DPC Bandung, Habib Faishol Shahab menyatakan, sebagai bagian dari anak bangsa, Ar-Rabithah merasa terpanggil untuk bahu membahu dalam proses pemulihan pascabencana. "Sebagai bagian kepedulian kita sebagai anak bangsa, kami merasa ikut terpanggil. Sebab ini adalah musibah yang cukup besar bagi saudara-saudara kita di Garut," ujar Faishol, Jumat (23/9). Menurutnya, saat ini perwakilan Rabithah di Garut terus memantau kondisi para pengungsi dan korban. Kondisi pascabencana, kata dia, masih mengkhawatirkan. Sebab hujan masih mengguyur Kota Garut. Di sisi lain, para pengungsi membutuhkan bahan bantuan yanng tak sedikit. Ar-Rabithah pun telah mengirimkan satu mobil box berisi obat-obatan, pempers untuk bayi, pembalut wanita, hingga kompor. Karenanya, dia pun mengimbau kepada masyarakat untuk terjun membantu korban. "Yang dibutuhkan (pengungsi) saat ini adalah pembalut wanita, pempers bayi, dan kompor. Untuk baju sudah menumpuk dan uang tunai jika diberikan langsung agak sulit untuk menjangkau seluruh pengungsi secara tepat," ujarnya. Faishol merasa, atensi sejauh ini dari keluarga besar Rabithah cukup besar. Sebab bantuan datang dari hampir seluruh DPC Rabithah se-Indonesia. "Usaha ini bukan program kami saja, melainkan dari Pekalongan, Pontianak, dan sejumlah daerah lain. Ini adalah usaha Rabithah secara umum sebagai bagian dari anak bangsa melalui program Rabithah Peduli," ujar Habib Faishol Shahab.

Muktamar ke-1 umat Islam Indonesia di Australia

Duta besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema dalam pembukaan muktamar umat Islam Indonesia untuk Australia dan Selandia Baru (1st Indonesian Islamic Convention Australia and New Zealand), Sabtu (24/9), memberitahu laman mirajnews.com, yakin umat Islam Indonesia dapat menjadi contoh Muslim sesungguhnya. “Saya yakin umat Islam di Australia dapat menjadi contoh dan cerminan bagi umat Islam di seluruh dunia karena Indonesia sebagai komunitas Muslim terbesar di dunia,” kata Dubes Indonesia untuk Australia saat membuka Muktamar Indonesia di Melbourne
 Untuk yang pertama kalinya, umat Islam Indonesia yang tergabung dalam Indonesia Muslim Society of Victoria (IMCV) menginisiasi terselenggaranya Muktamar umat Islam Indonesia di Australia yang digelar pada Jumat-Ahad, 23-25 September 2016 bertempat di Bell City Hotel, Melbourne. Dengan mengusung tema “Living in Harmony” diharapkan masyarakat muslim Indonesia yang saat ini tersebar di berbagai negara bagian Australia dapat memberikan sumbang sih kepada masyarakat Australia yang memiliki latar belakang budaya, sosial, ras dan agama yang heterogen. Kerua IMCV, Neil Siregar menyatakan, acara ini menjadi kesempatan besar bagi masyarakat Indonesia untuk menunjukkan kepada Australia dan masyarakat internasional bahwa kita bisa berkontribusi positif kepada mereka.Muktamar ini juga menjadi bukti bahwa kita bisa menjalankan dan mengajak masyarakat Australia untuk hidup dalam harmonisasi di tengah-tengah masyarakat yang heterogen.
 “Kita bisa melakukannya dan Islam adalah agama yang damai,” tuturnya. Pada kesempatan yang sama, Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Melbourne, Dewi Safitri mengatakan, di tengah banyak persoalan di Australia, kita bisa berkontribusi dalam pembangunan masyarakat Australia.

Tradisi Ngerebong (Ngurek) dengan keris di Bali tgl 25 Sep 2016

Ngerebong ataupun Ngurek salah satu tradisi yang ada di Bali yang dilakukan umat Hindu tepatnya di Pura Pangrebongan, Desa Kesiman, Denpasar. Menumpukan diri pada laman wisata.balitoursclub.com, selain tradisi unik lainnya oleh tetangga dekatnya di desa Sesetan yang dikenal dengan upacara omed-omedan, ternyata di Denpasar memiliki warisan budaya dari nenek moyang yang prosesi pelaksanaanya masih tetap digelar sampai sekarang ini (kini jatuh pada besok Minggu tanggal 25 September 2016, - catatan oleh Dr. Igor Popov).
 Ngerebong dalam bahasa daerah setempat berarti berkumpul, sehingga pada saat ngerebong ini diyakini saat berkumpulnya para Dewa. Tradisi ini dirayakan setiap 6 bulan, penaggalan kalender Bali yakni pada hari Minggu/ Redite Pon, wuku Medangsia. Wisata Bali memang tidak melulu hanya berkunjung menikmati pemandangan alam indah, ataupun menyaksikan pementasan atau pameran seni. Tetapi juga yang berupa tradisi unik seperti Ngerebong ini, wajib anda saksikan. Apalagi anda seorang photographer bisa membidikkan lensa kamera anda pada saat moment berlangsung tentu akan menarik. Awal dari rangkaian upacara ini, umat melakukan persembahyangan bersama pada siang hari menjelang prosesi ngerebong digelar, pembukaan diawali dengan penyisiran jalan oleh petugas pecalang yang merupakan petugas keamanan tradisional dan juga oleh polisi. Kemudian warga mengarak Barong yang merupakan perlambang kebaikan bagi masyarakat/ umat Hindhu dan diarak menuju Pura Pengerebongan, umat juga keluar dari Pura mengelilingi wantilan sebanyak tiga kali. Sebagai masyarakat yang mengikuti ritual ini mulai kerasukan/ trance ada yang berteriak, menangis, menggeram dan menari dengan diiringi musik tradisional beleganjur. Saat kerasukan, warga yang sedang kerasukan melakukan tindakan sangat berbahaya, yakni menghujamkan keris di dada, leher bahkan ubun-ubun, namun mereka tidak ada yang terluka, meskipun telah dihujamkan keris berkali-kali, kekuatan magis dari roh yang menguasai mereka memang membuat mereka seolah-olah kebal tidak terlukai oleh senjata. Kerasukan ataupun kerauhan bisa terjadi pada siapa saja yang terlibat dalam ritual ini.
 Tradisi Ngurek juga disebut Ngunying, dibeberapa pura lainnya di pulau Dewata, diwajibkan untuk melaksanakan ritual ini dan dipercaya sebagai manifestasi dari pengabdian kepada Ida sang Hyang Widi Wasa. Upacara selesai setelah Pemangku (pemimpin upacara) menyiratkan tirta/ air suci ke warga yang sedang kerauhan, dan mengijinkan roh yang menempati badan kasar manusia kembali ke alamnya.
Ngerebong di Kesiman (sumber foto: wisata.balitoursclub.com)

Sumbangan Ribuan Nasi Bungkus Relawan Muslim Ahmadiyah Bagi Korban Banjir Bandang

Menurut salah seorang relawan, kabarnya warta-ahmadiyah.org, bantuan ini ditarget minimal tujuh hari ke depan untuk memenuhi kebutuhan makan siang dan sore para pengungsi. Selain bantuan makanan siap saji, relawan Muslim Ahmadiyah juga rencananya akan membuka posko kesehatan dan membersihkan lokasi-lokasi yang terkena terjangan banjir bandang. Banjir bandang akibat luapan sungai Cimanuk yang meluluh lantakan sebagain wilayah Garut, Sumedang, dan Kabupaten Bandung Selasa 20 September 2016 lalu selain mengakibatkan kerugian materil juga membuat ratusan warga terpaksa mengungsi ke posko pengungsian. Sebanyak 62 relawan dari Muslim Ahmadiyah turun langsung membantu kebutuhan para pengungsi. Bantuan yang diberikan berupa makanan siap saji dalam bentuk nasi bungkus dengan jumlah 1000 porsi yang didistribusikan ke sejumlah posko pengungsian. Seperti di Lapangan Paris, Keluruhan Paminggir, Bundera Leuwidaun, Cimacan, dan posko Maarif Kabupaten Garut dengan sasaraan yang telah ditentukan oleh BPBD dan dikoordinir di Markas Komando Militer (Makorem) 062 Tarumanegara. Menurut salah seorang relawan, bantuan ini ditarget minimal tujuh hari ke depan untuk memenuhi kebutuhan makan siang dan sore para pengungsi. Selain bantuan makanan siap saji, relawan Muslim Ahmadiyah juga rencananya akan membuka posko kesehatan dan membersihkan lokasi-lokasi yang terkena terjangan banjir bandang. Bantuan ini sendiri merupakan murni sumbangan para anggota Jamaah Ahmadiyah. Sementara itu dikutip dari Detik.com, Kamis (22/9) pukul 18.00 WIB, Basarnas Provinsi Jawa Barat merilis sebanyak 26 orang meninggal dunia akibat banjir bandang terparah sejak 25 tahun terakhir.

Muhammadiyah dan Aisyiyah Targetkan 1.000 Klinik PPK I

Muhammadiyah dan Aisyiyah, sesuai dengan laman republika.co.id, akan bersinergi dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) bidang kesehatan dengan menyiapkan klinik sebagai PPK I (Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama). ‘’Kami menargetkan dalam satu periode ini ada 1000 klinik sebagai PPK I,’’kata Ketua Umum PP Aisyiyah Noordjannah Djohantini pada saat republika.co.id usai menghadiri acara Wisuda Pascasarjana, Sarjana, dan Diploma serta Pelantikan dan Pengambilan Sumpah  Lulusan Universitas Aisyiyah (Unisa) Periode Tahun Akademik 2016/2017, di Auditorium Kampus Terpadu Unisa , Kamis (22/9). Dia berharap para lulusan UNISA (Universitas Aisyiyah) bisa menjadi kader Muhammadiyah dan Aisyiyah ddengan memanfaatkan ilmu yang dimilik bersama institusi persyarikatan bergerak di masyarakat. Lebih lanjut  dia mengatakan sebelum ada Puskesmas di Indonesia, Muhammadiyah dan Aisyiyah sudah mempunyai klinik. ‘’Klinik ini akan diperkuat dan dikembangkan supaya dakwah Aisyiyah dan Muhammadiyah di tingkat komunitas bisa dilayani,’’tuturnya. Noordjannah mengungkapkan saat ini di Indonesia diperkirakan ada sekitar 500 pelayanan kesehatan baik berupa rumah sakit , Balai Kesehatan Ibu dan Anak yang nantinya ditargetkan bisa mencapai 1000 klinik sebagai PPK I.  Karena layanan kesehatan BPJS harus lewat PPK I. ‘’Klinik ini menjadi lahab bagi dakwah kesehatan kita untuk lebih ke preventif. Jadi di klinik ini ada berbagai layanan yang sifatnya preventif seperti pelayanan gizi, kesehatan reproduksi bagi remaja yang ada di komunitas ,’’ungkap dia. Jadi, kata Noordjannah menambahkan, PPK I ini penting karena di situ area dakah langsung di komunitas Aisyiyah dan Muhammadiyah.  Selama ini di Klinik Aisyiyah  ada dokter,  dan bisa sosialisasi tentang kesehatan, Air Susu Ibu (ASI),  kespro (kesehatan produksi), gizi, Tuberkulosis dan lain-lain. ‘’Kalau punya pusat layanan kesehatan semakin mempermudah berhimpunmya para kader lewat klinik.  Sehingga kiprah kita untuk pemberdayaan masyarakat bisa sinergi. Klinik ini tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia dan akan diperbanyak di Pulau Jaa karena penduduknya terbanyak,’’ujar isteri Ketua PP Muhammadiyah ini.

Tokoh Gereja Papua Sesalkan Terdakwa Pembunuh Theys Jadi Kabais

Tokoh Gereja Papua, Phil Karel Erari, menyesalkan diangkatnya Mayor Jenderal TNI Hartomo sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) mengingat rekam jejak yang bersangkutan pernah menjadi terdakwa pembunuh pemimpin rakyat Papua, Theys Eluay. Hartomo bersama anak buahnya bahkan telah dihukum atas tindakan mereka yang menyebabkan kematian Theys. Kendati demikian, Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) itu  tidak terkejut, karena hal seperti itu bukan pertama kali terjadi. Mantan Sekretaris Jenderal Gereja Kristen Injili (GKI) Tanah Papua itu menilai, di mata institusi tentara hal ini tidak lebih dari sebuah promosi bagi seorang prajurit yang sukses menjalankan perintah atasan. "Mereka yang membunuh tokoh-tokoh Papua semua mendapat promosi, itu tidak perlu diherankan," kata dia. Hanya saja Erari mengingatkan, pengangkatan ini akan tetap diingat dan dicatat oleh rakyat Papua dalam sejarah perjuangan menuntut keadilan bagi rakyat Papua. Noda ini tidak akan pernah dilupakan, kecuali oleh mereka yang mabuk kekuasaan dan mabuk uang. "Dan yang dapat saya katakan sebagai gembala umat adalah, darah yang telah tumpah untuk memperjuangkan keadilan atas Papua, apakah itu darah Theys Hiyo Eluay, Arnold Clemens Ap, Kelly Kwalik dan lain-lain, tidak ada yang sia-sia, semua diperhitungkan Tuhan dan darah itu sendiri berbicara kepada Tuhan, dan akan didengar," kata dia kepada laman satuharapan.com. Selain itu, ia menyarankan Presiden Joko Widodo mengevaluasai pelaksanaan otonomi khusus, yang ia nilai telah gagal meng-Indonesiakan Papua. Pada akhirnya, kata Erari, dialog bermartabat antara Jakarta dan Papua harus dilaksanakan.

Polisi Tangkap Pemuda yang Hendak Bakar Gereja di Sultra

Kepolisiaan Resor (Polres) Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), menangkap seorang remaja berinisial AJ (19) karena kedapatan membakar sebuah gereja di daerah Hombis, Kecamatan Rumbia pada Minggu (18/9/2016) sekitar pukul 19.00 Wita, kabarnya kompas.com. Polisi belum mengetahui secara pasti motif aksi nekat yang dilakukan pemuda pengganguran tersebut. Namun, di lokasi kejadian, api sempat menghanguskan beberapa fasilitas dalam gereja, di antaranya satu kardus berisi dokumen dan satu unit meja biro. Wakapolres Bombana, Kompol Agung Basuki menuturkan, pelaku menyiram beberapa ruangan gereja dengan minyak tanah yang tersimpan dalam jeriken, lalu membakar kertas putih yang diletakkan di atas meja gereja. "Setelah selesai menyirami kertas tersebut, AJ langsung menyalakan korek api dan membakar kertas tersebut. Api sempat menyala, namun warga sekitar gereja yang melihat kobaran api langsung mengejar pelaku yang lari karena sadar ketahuan warga,” kata Agung Basuki dikonfirmasi di Kendari, Senin (19/9/2016). Setelah menangkap pelaku pembakaran, warga kemudian menyerahkannya ke Polres Bombana untuk diproses hukum. "Kita langsung ke gereja tersebut dan melakukan olah TKP. Beberapa warga yang melihat peristiwa itu juga kita akan minta keteranganya," ungkapnya. Untuk pelaku pembakaran, tim psikologi dari Polda Sultra turun ke Bombana guna memeriksa kejiwaan AJ untuk mengetahui motif aksi pembakaran rumah ibadah tersebut. Pelaku merupakan warga lingkungan Tangkelari, Kelurahan Lameroro, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Bombana. Agung melanjutkan, saat kejadian, pengurus atau penjaga gereja tidak berada di lokasi.

Ulang Tahun ke-80 Ordo Agustinian (OSA) di Papua Indonesia

Ordo Santo Augustinus (OSA) di Regio Papua, Indonesia atau Ordo Pertapa Santo Agustinus yang dikenal sebagai Agustinian pada tahun ini berulang tahun yang ke-80 masuknya wilayah pelayanan di Manokwari (saat ini Propinsi Papua).
 Agustinian adalah persaudaraan serta persaudaraan antarsuster Katolik kebiaraan mendikan aktif yang didirikan pada th 1243 di antar kaum pertapa di Toskana, Italia dan pada th 1256 Paus Aleksander ke-4 menyatukan beberapa biara pertapa di Italia menurut Peraturan St. Agustinus dari Hippo. Ordo dipimpin oleh Superior Jenderal yang bertempat di Roma dan mengutamakan bidang pastoral. Empat saudara Agustinian pertama datang di Indonesia pada th 1545 bersama St. Fransiskus Xaverius, pada th 1664 oleh Ordo dibaptis sekitar 50 orang di Batavia, sejak 1936 para saudara Belanda berkarya di daerah Manokwari, di sana sekarang pusatnya dan Sekolah Tinggi Filosofi Teologi. Propinsi Papua ialah khusus untuk misi Agustinian, kini di sana ada 3 biaranya.

Agustinian, Jayapura (Sumber foto: www.augnet.org)

Puluhan Ribu Umat Budha Akan Gelar Doa Bersama

Panitia Bersama Umat Buddha Nusantara menggelar rapat bersama di De Pec Cafe Pangkalan Udara Soewondo, Minggu (18/9/2016). Rapat ini membahas doa bersama umat Buddha yang rencananya akan diikuti 10 ribu umat Buddha dari berbagai daerah. Ketua Panitia, Sutrisno menyebutkan, acara doa bersama dilaksanakan untuk meningkatkan nasionalisme umat Buddha nusantara yang dilaksanakan pada 19 November 2016 di Pangkalan Udara Soewondo. "Ini grand meeting keempat. Sebagai bagian dari bangsa ini, kita (umat Buddha) ingin berkumpul bersama dan mendoakan Indonesia, tanpa memandang suku dan agama. Acara ini bertajuk Doa Bersama Untuk Negeri ku Indonesia. Berbagai aliran Buddha akan bersatu di sini," kata Sutrisno kepada www.tribun-medan.com. Sekretaris Panitia, Lily Go menegaskan, acara akan berjalan khusyuk. Akan dibagikan ribuan pelita teratai dan pelepasan ribuan hewan. "Acara ini dimulai pukul 17.00 WIB. Untuk antisipasi hujan, kita bagikan ribuan jas hujan, ada juga pembagian ribuan lampu teratai yang melambangkan berkah, dan pelepasan berbagai jenis hewan yang kita beli dari rumah makan sebagai wujud cinta kasih Buddha kepada makluk hidup. Diperkirakan seluruh rangkaian acara akan selesai pukul 22.00 WIB," sebut Lili. Tak hanya umat Buddha Medan, Sutrisno menuturkan bahwa antusias umat Buddha dari Aceh hingga Papua sangat tinggi. "Persiapan sampai saat ini sudah 80 persen. Umat Buddha akan datang dari vihara di Bali, Aceh dan luar kota yang lain. Ada juga yang ingin hadir dari Papua. Nanti doa ini dibawakan oleh tokoh buddha dari setiap aliran," tandas Sutrisno.

Kaesang dan Pacarnya Beda Agama?

Kaesang Pangarep yang juga putru bungsu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) aktif mengupload sejumlah foto-foto kesehariannya di Instagram. Termasuk mengunggah foto dengan gadis yang dekat dengannya. Gadis yang dianggap netizens sebagai pacar Kaesang itu, bernama Felicia, diberitakan di sulsel.pojoksatu.id. Kaum hawa, yang menjadi fansnya pun dibuat patah hati karena beberapa foto tersebut. Namun, tak sedikit yang bertanya tentang perbedaan agama keduanya. Hal ini menjadi pertanyaan karena di salah satu foto itu Felicia tampak seperti memakai kalung salib berwarna silver.
 “Mas, beda agama ya,” tanya netizen di Instagram Kaesang. Sebagian netizen menyesali keputusan Kaesang yang memilih pacar beda agama. Tapi tidak sedikit juga yang mendukungnya. Bahkan para fans ini bertengkar di laman komentar Instagram tersebut. “Ya biarin aja beda agama, kan baru pacaran belum menikah,” sambung lainnya. Sebagian fans Kaesang mengingatkan komen unsur SARA di Instagram tersebut. “Mas Kaesang yang komen SARA block aja. Enggak tahu toleransi,” kata netizen. Setelah foto itu dikomentari netizens, di unggahan berikutnya tampak gadis keturunan Tionghoa itu tidak menunjukan lagi kalung yang dipakainya.

Setara Institute mengadakan diskusi bersama perwakilan Jamaah Ahmadiyah

Menindaklanjuti penelitan sebelumnya, mengikut laman warta-ahmadiyah.org, Setara Institute mengadakan diskusi bersama perwakilan Jamaah Ahmadiyah Jabodetabek seperti Sindangbarang, Bogor, Depok, dan Cisalada, Minggu (11/9). Kegiatan yang berlangsung di Masjid Al-Hidayah, Depok ini Setara Institute mendatangkan dua penelitinya, Ismail Hasani dan Aminudin. Ismail Hasani yang juga bertindak sebagai ketua diskusi mempersilakan ketua Jamaah Ahmadiyah Bogor, Erik Ahmad Mubarik menceritakan pengalamannya selama menjabat ketua cabang di salah satu majelis di Kota Bogor tersebut. Ia menyebut hubungan masyarakat dengan anggota JAI Bogor terjalin sangat baik dan hampir tidak ada gesekan berarti. Pada kesempatan ini para peserta juga diberi kesempatan untuk menilai perhatian pemerintah dan sikap aparat kepolisian terhadap Jamaah Ahmadiyah, khususnya di Jabodetabek. Walau masih adanya diskriminasi dan intimidasi, para peserta menilai pemerintah setempat memberikan pelayanan yang semestinya kepada warga Ahmadiyah. Salah satunya perekeman KTP elektronik yang tidak dipersulit.Aparat kepolisian juga menjadi sorotan dalam diskusi ini. Beberapa peserta menyebut aparat kepolisian melaksanakan tugasnya dengan baik yaitu memberikan penjagaan saat salat jumat di masjid-masjid milik Jamaah Ahmadiyah serta mendokumentasikannya. Dalam diskusi yang dihadiri sedikitnya 20 orang ini, para anggota Jamaah Ahmadiyah berharapa pemerintah pusat mencabut surat keputusan bersama tiga menteri tentang Jamaah Ahmadiyah Indonesia dan meminta masyarakat tidak terpancing pemberitaan buruk mengenai Ahmadiyah yang disuarakan kelompok intoleran baik secara langsung maupun lewat media massa. Setara Institut sendiri menggunakan penelitan metode Focus Group Discussion terhadap kasus Ahmadiyah dengan empat indikator: penerimaan masyarakat terhadap warga Ahmadiyah, di lingkungan dan system proteksi dari tantangan atau ancaman, kepuasaan penilaian pemerintah pusat, sikap aparat kepolisian dan pemda setempat, serta harapan anggota Jamaah Ahmadiyah terhadap kondisi terkini yang dialaminya.

Kemendikbud Rampungkan Kurikulum Pendidikan Penghayat Kepercayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menyiapkan mata pelajaran khusus bagi siswa penghayat kepercayaan di setiap sekolah. Dengan begitu, diberitakan di laman m.kbr.id, tak boleh lagi ada paksaan bagi siswa penganut kepercayaan untuk mengikuti pelajaran agama mayoritas di sekolah tersebut. Namun demikian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menjelaskan, kementeriannya takkan menyediakan guru khusus. Masing-masing sekolah diminta bekerjasama dengan komunitas penghayat untuk mendapatkan tenaga pengajar penghayat kepercayaan (kepercayaan Kebatinan dll, - catatan oleh Dr. Igor Popov). "Siswa penghayat nanti yang memberikan pelajaran komunitasnya, kami serahkan komunitas. Kita serahkan, yang ahli komunitasnya.Tak diserahkan ke guru khusus karena penghayat kan tidak banyak. Tapi harus kami layani, kita hargai hak mereka sebagai penganut penghayat," jelas Muhadjir di Malang, Sabtu (3/9/2016).
 Secara teknis, tambahnya, pendidikan bagi penghayat kepercayaan disesuaikan dengan kebutuhan siswa di masing-masing sekolah. Ia pun melanjutkan, Direktorat Kebudayaan telah menyusun kurikulum sebagai standar bahan ajar bagi siswa penghayat kepercayaan. Tim, kata dia, telah menyusun dan merumuskan materi pelajaran dengan menggelar diskusi bersama kelompok penghayat kepercayaan di seluruh Indonesia. Kebijakan tersebut ditempuh agar siswa penghayat kepercayaan tak mengalami diskriminasi. Layanan bagi peserta didik penghayat kepercayaan ini diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 27 tahun 2016 tentang layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada satuan pendidikan. Peraturan ini mengatur layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi siswa penghayat kepercayaan.

Muhammadiyah: Raperda Kawasan Tanpa Rokok Harus Lebih Komprehensif

Pemerintah telah tegas melakukan pengendalian terhadap dampak negatif rokok dengan disahkannya Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No.109 Tahun  tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Pasal 115 Undang-Undang Kesehatan tersebut mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), antara lain : fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Sedangkan Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 menegaskan bahwa “Pemerintah Daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya dengan Peraturan Daerah”. Pemda Kota Yogyakarta menindaklanjuti peraturan tersebut dengan merancang Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di wilayah Kota Yogyakarta, sayangnya belum lagi diberlakukan, politik hukum pengendalian rokok kembali di kaji dengan adanya Perda yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta yang terlihat berbeda dengan Undang-Undang dan PP yang menjadi rujukan.
 Untuk mengakomodir dua kepentingan tersebut maka Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), mengikut laman muhammadiyah.or.id, menginisiasi Focus Group Discussion (FGD) tentang “Uji Sahih Rancangan Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Yogyakarta” yang diadakan di Ruang Sidang Gedung Ar. Fachrudin A Lt. 5 UMY, Rabu (14/9). Acara ini dihadiri oleh beberapa bidang yang terkait dalam pemerintahan antara lain, Kepala Dinas Kesehatan se-DIY, Kepala Bagian Hukum se-DIY, dan juga perwakilan dari Fakultas Hukum dari beberapa Universitas di Yogyakarta. Dianita Sugiyo, Wakil Ketua MTCC menyatakan harapannya agar acara ini memberikan input untuk Raperda agar segera diajukan dan disahkan oleh DPRD. “FGD ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap Raperda Kawasan Tanpa Rokok Kota Yogyakarta. Selain itu, juga diharapkan memberikan hasil telaah analisis peserta FGD dalam bentuk rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta," ucapnya. Sementara itu, Tanto Lailam,  Staff bidang Hukum MTCC UMY yang menjadi pembicara menyatakan juga berharap agar Raperda yang disepakati dapat mengakomodasi semuanya. “ Raperda ini bukan untuk melarang orang yang merokok. Masalah merokok dan tidak merokok itu hak setiap orang. Makanya jangan dikaitkan Rokok dengan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Raperda ini untuk mengakomodasi semuanya, baik perokok maupun bukan perokok," tutur Tanto. Kembali ditambahkan Tanto,  Raperda Kawasan Tanpa Rokok ini perlu lebih komprehensif. Selain itu, dia juga mengusulkan beberapa redaksional yang ada dalam Raperda. “Saya kira Raperda ini perlu lebih komprehensif. Kegiatan-kegiatan merokok meliputi Produksi, iklan atau sponsorship dari rokok juga harus diatur,”tutur Dosen Fakultas Hukum UMY ini.

Keputusan Rina Nose Berhijab Bikin Netizen Merinding dan Terharu

Rina Nose (Sumber foto: akunnya di Instagram  @rinanose16)

Presenter dan komedian Rina Nose mantap untuk berhijab, apa yang ia lakukan ini tentu saja mendapat dukungan positif dari netizen, Selasa (13/9/2016), kabarnya laman synthspares.com. Berawal dari postingan di Instagram sehari yang lalu yakni pada Senin (12/9/2016). Momen Idul Adha menjadi fase baru Rina Nose dengan berpakaian sesuai perintah agama.
“Dengan nama Allah.. Kekuatan hidayah.. Memulai kembali.. Tidak terlambat.. Pengalaman.. Kepahitan.. Kebahagiaan..”  “Kemarahan.. Kesedihan.. Kesenangan.. Kebenaran.. Kesalahan.. Dosa.. Do’a.. Pencarian.. Rasa syukur.. Kesadaran diri.. Pertanyaan.. Kerapuhan jiwa.. Rasa cinta.. Pergolakkan batin..” Tulis Rina melalui akunnya @rinanose16.
 Disusul dengan postingan foto dan status proses penghapusan fota sebelum berhijab. “Foto lama sedang proses pen-delete-an hahahha kebanyakan jd butuh waktu lama hapus nya.. Ini sudah berkurang sekitar 400 foto before hijab.. Harap maklum,” tulisnya.

Vihara Budhi Daya di Jawa Tengah Ini Jalankan Tiga Aliran Sekaligus

Desa Jlegong merupakan sebuah desa yang masuk dalam Kecamatan Bejen, pemekaran dari Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal. Bersumberkan laman buddhazine.com, di desa ini terdapat komunitas umat Buddha. Romo Kasdi adalah orang yang pertama kali belajar agama Buddha yang kemudian membawa dan mendirikan agama Buddha di Jlegong. Menurut penuturannya, sebelum mendirikan agama Buddha di Jlegong, selamat empat tahun ia mondok (tinggal) di Desa Congkrang untuk belajar agama Buddha.
 “Di Desa Congkrang –saat ini masuk kecamatan Bejen, pemekaran dari Kecamatan Candiroto– lebih dulu berkembang agama Buddha. Selamat empat tahun lebih, saya bersama beberapa teman belajar dan mengikuti segala aktivitas umat Buddha di Desa Congkrang. Saat itu kami belajar dengan Bapak Suyono sebagai pimpinan umat Buddha Kecamatan Candiroto,” kenang Kasdi. Namun seiring perjalanan waktu, Suyono harus transmigrasi ke Kalimantan. “Sebelum Pak Suyono berangkat transmigrasi, pada tahun 1974 saya minta Pak Suyono untuk meresmikan agama Buddha di Desa Jlegong. Tidak banyak waktu itu yang menyatakan diri beragama Buddha, hanya delapan kepala keluarga dengan 12 jiwa,” cerita Kasdi. Vihara Budhi Daya di Temanggung Ini Jalankan Tiga Aliran Sekaligus 2Setelah menyatakan diri sebagai umat Buddha, 12 orang ini kemudian belajar bersama-sama ajaran Buddha secara otodidak. “Bagi kami, belajar agama Buddha seperti mencari ajaran filsafat leluhur kami yang telah lama hilang. Kedatangan Bhikkhu Narada ke Kecamatan Kaloran, di situlah untuk pertama kali kami melihat sosok seorang bhikkhu. Bombong rasa neng ati, koto deneng ketemu kari Sang Buddha (Senang sekali hati ini, seperti ketemu Sang Buddha),” tutur Kasdi.
 Pada tahun 1992, umat Buddha Jlegong mendirikan cetiya yang diberi nama Cetiya Budhi Daya. Dan hingga saat itu, agama Buddha terus berkembang. Ketika banyak wilayah di Temanggung sempat terjadi gesekan antar sekte dan organisasi, umat Buddha Jlegong justru semakin berkembang karena bisa menyatu dengan berbagai sekte. “Saya kenal umat Buddha Jlegong sejak tahun 1991. Umat Buddha di Desa Jlegong pada awal perkembangannya, mereka hanya berpikir dan mau belajar agama Buddha. Itu saja. Hingga tahun 90-an seorang romo dari kota Temanggung mulai mengenalkan sekte dan majelis. Saat itu juga muncul pembimbing dari pandita yang berasal dari Temanggung mengenalkan sekte dan majelis, tetapi saat itu tidak direspon oleh umat Buddha Jlegong karena menjaga keutuhan agama Buddha di Jlegong,” ujar Samidi, salah satu pembina umat Buddha Kabupaten Kendal, dan beberapa wilayah di Temanggung (Kecamatan Bejen, Candiroto, dan Jumo). Setidaknya saat ini ada tiga aliran dan majelis yang hidup bersama di Vihara Budhi Daya, yaitu Theravada, Buddha Dhamma Indonesia, dan Mahayana. “Inilah istimewanya umat Buddha Jlegong, meskipun berbeda-beda bisa melaksanakan kegiatan bersama-sama, tanpa pernah terjadi pergesekan. Karena umat memahami bahwa belajar agama Buddha bisa dari mana saja,” tambah Samidi. Begitu juga dengan Sri, pembina sekolah minggu vihara ini, harus mempelajari tiga tradisi dan aliran yang ada untuk mengajar sekolah minggu. “Pada malam hari, sebelum saya mengajar sekolah minggu, saya harus belajar bermacam-macam tradisi dalam agama Buddha. Dan kami melakukan kegiatan sekolah minggu ya secara bersamaan,” ujar Sri.
 Keunikan tersebut mengundang para pemuda Buddhis dari Kabuapaten Temanggung, Semarang dan Kendal untuk melakukan safari vihara ke Jlegong pada Minggu (7/8) lalu. Di vihara ini para pemuda Buddhis belajar kehidupan rukun umat Buddha yang berbeda majelis dan tradisi. Mereka harus menaiki mobil bak terbuka sambil berdiri selama lebih dari tiga setengah jam dari titik kumpul di Kaloran. Namun rasa lelah seakan hilang karena suguhan berbagai makanan dan senyum tulus umat Buddha Jlegong. “Anak muda adalah generasi penerus bagi kami yang babat alas pertama kemunculan agama Buddha. Kami berharap melalui kegiatan seperti ini, pemuda Buddhis semakin memegang keyakinan terhadap Buddha Dhamma,” pesan Suwardi, Ketua Vihara Desa Jlegong. “Ketika umat Buddha sudah sama-sama bergerak dan memegang teguh ajaran Buddha, saat itulah agama Buddha bangkit. Jangan fanatik dengan sektenya sendiri, karena apa pun organisasi dan tradisi yang kita jalankan semua adalah murid Buddha,” pesan Suwardi.

Uskup Papua kritik pemerintah lokal tidak menegakkan larangan miras

Seorang uskup di Papua menuduh pemerintah lokal mengabaikan larangan minuman keras (miras) yang diterapkan awal tahun ini, seraya menambahkan kelambanan mereka telah berkontribusi serangkaian orang tewas terkait konsumsi miras, kabarnya laman indonesia.ucanews.com. Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai penanggung jawab dan aparat penegak hukum menandatangani “Pakta Integritas” pada 30 Maret, termasuk larangan produksi, distribusi dan penjualan miras (alkohol). Namun, larangan itu tidak diterapkan, sejumlah pejabat membantu orang mensuplai alkohol, kata Uskup Timika, Mgr John Philip Saklil. Dia menyerukan pihak berwenang menegakkan larangan mereka. Seruan ini menyusul serentetan orang tewas terkait miras palsu buatan sendiri. Salah satu kasus yang paling fatal terjadi pada akhir Juli lalu ketika tujuh orang pemuda tewas di Kabupaten Dogiyai setelah mengkonsumsi miras palsu yang dibeli dari pasar lokal. Kelambanan pemerintah dan aparat keamanan, serta ketidaktahuan warga tentang alkohol palsu berkontribusi pada kematian, kata Uskup Saklil, seraya menambahkan bahwa akibat ketidaktahuan tersebut, konsumsi miras terutama alkohol palsu di keuskupannya, telah menyebar luas. “Orang-orang menjual miras palsu secara bebas dan terbuka, meskipun tidak memiliki izin untuk menjual jenis alkohol tersebut,” katanya. Uskup mengaku aparat keamanan berperan dalam memasok dan menjual miras karena orang yang tinggal di daerah mereka dapat memperoleh dengan mudah, tetapi yang lain sulit mendapatkan alkohol. “Tidak mungkin mereka tidak tahu apa-apa tentang hal itu,” katanya, seraya menyatakan ada kebijakan yang disengaja untuk tidak menegakkan larangan yang dikenakan pada awal tahun. Dia mengatakan kematian tujuh pemuda, tiga dari empat orang itu diduga menjual miras palsu di daerah menghindari penangkapan, sementara yang lain ditangkap, namun dilepaskan beberapa jam kemudian.
 Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw tidak bisa dihubungi untuk mengomentari tuduhan uskup. Peneas Lokbere, aktivis Solidaritas untuk Korban Pelanggaran HAM di Papua, mengatakan bahwa rakyat Papua akan menghadapi ancaman serius jika pemerintah daerah gagal  menangani serius terkait masalah ini. “Semakin banyak orang Papua menjadi korban miras. Ancaman ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Warga Papua sendiri harus menyadari hal ini,” katanya. Menurut kepolisian Papua, 86 orang tewas, 264 luka berat dan 839 luka ringan sejak 2013 dalam insiden terkait alkohol.

Warga Jawa Deklarasikan Desa Terbuka untuk Semua Kepercayaan

Warga desa di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang sebagian warganya adalah kaum Sedulur Sikep atau Samin (agama asli Jawa baru, - catatan oleh Dr. Igor Popov) berinisiatif mendeklarasikan desanya sebagai desa yang terbuka terhadap semua agama, keyakinan dan menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama, kabarnya laman Kompas.com. Desa ini berada Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, atau sekitar 15 kilometer dari pusat kota Kudus. Deklarasi anti kekerasan pada Sabtu (20/8/2016) malam itu diikuti oleh Kepala Desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga tokoh Samin di Kudus. Desa yang mempunyai luasan 1.100 hektar ini mempunyai penduduk hingga 7.000 jiwa, dengan tiga dukuh, yaitu Kaliyoso, Ngelo dan Krajan. Di Dukuh Kaliyoso, mayoritas warga Samin hidup di lokasi ini, serta mempunyai nilai kearifan tersendiri. Menurut Kepala Desa Heri Darwanto, keterbukaan masyarakatnya sudah terbangun sejak lama. Di desanya, ada penganut agama Islam, Kristen, serta penganut aliran kepercayaan. Penganut agama Islam, misalnya, juga terbagi menjadi beberapa macam kelompok, namun semua warga hidup bersama dalam harmoni yang baik. Tidak ada konflik berarti diantara kehidupan mereka. “Kami bersyukur semuanya bisa menghargai. Guyub rukun sangat dijunjung tinggi di sini. Desa inklusif ini sangat baik dengan keberagaman masyarakat kami,” kata Heri saat dihubungi, Minggu (21/8/2016). Deklarasi untuk menjadikan desanya terbuka sebenarnya hanya bentuk penegasan. Ia ingin agar keberagaman hidup warganya yang terbangun selama ini tidak terganggu dengan kekerasan yang mulai terjadi akhir-akhir ini. Para tokoh dan pemuda Samin terlibat aktif dalam deklarasi desa inklusif ini. Mereka datang, menyanyikan kidung, serta aktif dalam berbagai kegiatan kepemudaan. Mereka ikut berkolabarasi dalam pementasan budaya berpadu dengan paduan suara dari pemuda gereja, dan rebana dari kalangan Islam. Kepala desa berharap, keragaman dan kerukunan warganya bisa bertahan selama mungkin. Selaku perwujudan pemerintah di desa, dia berjanji tidak akan menomorduakan para pemeluk agama yang berbeda. “Masyarakat yang merasa mayoritas harus menghargai saudaranya yang berbeda keyakinan. Baik Sedulur Sikep, Kristen, maupun Muslim, semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Tidak boleh ada diskriminasi,” ujar dia.
Wanita Samin serta Muslim (sumber foto: www.kompas.com)

Sampah Plastik dan Koran Berserakan Usai Salat Idul Adha di Istiqlal

Sumber foto: www.mirajnews.com
Seperti menjadi tradisi setiap tahunnya, sampah plastik dan koran bekas selalu berserakan usai pelaksanaan ibadah salat hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha di setiap kota, tak terkecuali Masjid Istiqlal Jakarta, usai salat Idul Adha 1437H terlihat sampah banyak berserakan. Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI) Jakarta pun tak tinggal diam, setiap waktu pihaknya mengaku selalu mengimbau bagi masyarakat yang melaksanakan salat hari raya untuk senantiasa membuang sampah plastik ataupun koran pada tempatnya. “Saya sudah mengimbau, kita selalu mengimbau, melalui media cetak maupun elektronik kepada masyarakat agar sampah plastik dan koran kalau bisa dibawa kembali pulang. Sudah diperingati, tapi masih saja tetap seperti itu, kesadaran masyarakatnya kurang,” ujar Abu Hurairah, Kepala Bagian Humas Protokol Masjid Istiqlal kepada Mi’raj Islamic News Agency (Mirajnews.com), hari ini (12/9). Menurutnya, masyarakat harus sadar akan masalah seperti ini, agar tidak selalu terulang kembali, melihat Islam sendiri mengajarkan kebersihan, baik kebersihan hati, badan, maupun lingkungan. Namun, yang terjadi berputar balik di masyarakat Muslim Indonesia. “Sudah kita imbau berkali-kali. Ini kesadaran masyarakat yang kurang, kita umat Muslim lho, yang mengajarkan kebersihan, ini masyarakat masih sangat kurang dalam masalah kebersihan,” keluhnya. Pantauan MINA sampai berita ini dimuat, Petugas Kebersihan BPPMI sudah bergerak membersihkan sampah-sampah yang mengganggu pandangan tersebut, dan Abu Hurairah menjamin, lingkungan Masjid Istiqlal akan kembali bersih sebelum waktu salah Zuhur. “Kita sudah turunkan petugas, nanti pas zuhur sudah pasti akan bersih kembali,” katanya.

Kemendikbud: Organisasi Penghayat Kepercayaan Banyak yang Hilang

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jendral Kebudayaan akan meningkatkan kualitas organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang ada di Indonesia. Sebab, kualitas organisasi penghayat masih rendah sehingga menyebabkan banyak yang hilang karena kehabisan generasi, kabarnya laman kompas.com. Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sri Hartini menjelaskan, ada suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan dalam mengurusi penghayat kepercayaan. Di antaranya adalah tentang organisasi, ajaran dan sumber daya manusianya. Dari sisi organisasi, banyak organisasi penghayat yang tiba-tiba hilang. Sehingga, para penganut penghayat kepercayaan itu perlu diberi bekal tentang manajemen keorganisasian. "Dari sisi organisasi, misalnya, bagaimana memanej (mengelola) organisasiniya. Karena ada organisasi yang tiba-tiba hilang. Tidak ada penganutnya. Karena apa, karena tidak bisa memanej organisasi. Karena, maklum kan pendidikan tidak tinggi. Bahkan ada yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis," katanya seusai mengisi Serasehan Daerah Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kota Malang, Rabu (31/8/2016). Kemudian dari sisi SDM penghayat cukup beragam. Ada yang sampai lulus SMA, ada juga yang tidak pernah mengenyam pendidikan seperti penghayat yang sudah berusia tua.
 Berdasarkan catatan yang ada di Kemendikbud, Indonesia memiliki 184 organisasi penghayat kepercayaan dengan populasi sekitar 10 juta hingga 12 juta orang.

Jokowi Akan Berlebaran Haji di Banten

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan merayakan Hari Raya Idul Adha 1437 Hijriah bersama masyarakat Banten, memberitakan laman sindonews.com. Rencananya, Jokowi akan melaksanakan salat Idul Adha di Masjid Raya Al-Bantani di kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) dan akan menyerahkan hewan kurban dan ribuan paket sembako untuk dibagikan kepada masyarakat. “Sudah pasti Pak Presiden akan merayakan Idul Adha di Banten. Beliau salat Idul Adha di Masjid Raya Al-Bantani, dilanjutkan dengan open house di Kantor Gubernur,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemerintah Provinsi Banten, Deden Apriandi saat dikonfirmasi, Sabtu 10 September 2016. Deden mengaku bangga Jokowi merayakan Idul Adha di Banten.  "Besok (Minggu 11 September) juga Pak Presiden akan keliling Banten, agenda pertama akan ke Lebak, Pandeglang lalu ke Kota Serang," ujarnya

Kelompok-kelompok kepercayaan paling banyak mendapat diskriminasi di sekolah

Berpangkal dari laman Kawanuanews.co, Zulfa Nur Rahman siswa Kelas XI SMK Negeri 7 Semarang kecewa berat. Ketika ke sekolah bersama ibunya hendak mengambil rapot Senin 27 Juli lalu, dia dinyatakan tidak naik kelas. Nilai mata pelajaran agama Islamnya kosong. Padahal, Zulfa dan keluarganya bukan penganut agama Islam. Mereka menganut aliran Hayu Ningrat. “Kejadiannya hari Senin kemarin. Waktu Zulfa dan ibunya mengambil rapot. Pihak sekolah memberikan rapot dan meminta surat pernyataan yang telah ditandatangani Zulfa. Setelah itu surat pernyataan dirobek-robek pihak sekolah,” kata Koordinator Presidium Himpunan Ber-KTP Kepercayaan (HBK), KRT Rosa Mulya Aji seperti dilansir dari netralitas.com, Rabu 29 Juli. Pihak sekolah memberikan tiga opsi kepada Zulfa :1) Naik kelas tapi harus pindah sekolahan; 2) Masih boleh sekolah di SMK Negeri 7 Semarang dengan sarat mengikuti dan masuk agama Islam. Ia akan disyahadatkan dan disaksikan oleh orang banyak, dan 3) Naik kelas tetapi masuk Islam dan mengikuti pelajaran baik teori dan praktiknya. Kepala SMK Negeri 7 Semarang M. Sudarmanto mengatakan, Zulfa menolak mengikuti ujian praktik agama Islam sesuai yang diwajibkan sekolah. Sementara, sekolah hanya memfasilitasi ujian enam agama.  Masalah sebenarnya sudah dimulai ketika Zulfa mendaftar sebagai murid baru. Saat mendaftar Zulfa menulis Islam sebagai agamanya. Dia mengikuti agama yang tercantum dalam kartu keluarga (KK) mereka. Sejak itu dia mengikuti mata pelajaran agama Islam, terutama untuk teori. "Sesuai dengan dokumen yang ditunjukkan ke sekolah saat masuk dulu. Yakni, KTP dan KK yang menunjukan bahwa agama yang dianut adalah Islam," kata  Wakil Kepala Sekolah bidang Humas SMKN 7 Semarang, Netty Pietersina Engel, seperti diberitakan Liputan6.com 28 Juli lalu. Di dalam KTP Taswidi, ayah Zulfa, kolom agama ditulis tanda strip (-) karena dia adalah penganut aliran Hayu Ningrat. Kakak Zulfa, Ifatul Kharisatus Salma dulunya juga bersekolah di situ. Ifatul sudah lulus dan selama bersekolah dia tidak mengalami masalah karena mengikuti mata pelajaran Islam, baik teori maupun prakteknya.
 Kasus Zulfa di Semarang adalah sebuah gejala gunung es. Kasus-kasus diskriminatif serupa terhadap para penghayat terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Kepala Sekolah SMA Negeri 1, Kecamatan Lirung, Kabupaten Kepuluan Talaud, Sulawesi Utara Alfred Ungke mengatakan, di sekolah yang dia pimpin ada sekitar 5 murid penganut kepercayaan adat Musi. Mereka, kata Alfred harus menyesuikan dengan pendidikan agama yang ada di sekolah itu. “Mereka menyesuaikan. Karena kan tidak ada aturannya. Di UU Sisdiknas mereka itu disebut untuk memilih. Jadi mereka menyesuaikan dengan yang ada. Selain memang tidak tersedia guru pengajar dari kepercayaan adat Musi,” katanya ketika diwawancarai via telepon. 
 Bagaimana pengaruh sistem pendidikan agama seperti yang diterapkan sekarang bagi komunitas kepercayaan adat Musi?  Peneliti yang juga pengajar di Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) CRSS UGM ini menyebut sebuah peraturan menteri pendidikan tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME pada Satuan Pendidikan. Permen tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 2016 dan diundangkan pada tanggal 1 Agustus. Tanggal penetapannya lima hari lebih dulu dari mulai terungkapnya kasus Zulfa. Dalam Permen ini disebutkan, bahwa layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah hak dari setiap penganutnya. Menurut Samsul, permendikbud tersebut adalah sebuah terobosan. Ia  bisa jadi alat efektif dalam perjuangan hak pendidikan penghayat.
 Gerakan Kemerdekaan Berketuhanan Yang Maha Esa di Semarang bertemu dengan Walikota mereka, Hendar Prihadi untuk meminta hak Zulfa dikembalikan. Walikota memenuhi permintaan itu dan Zulfa akhirnya  naik kelas dan mulai bersekolah lagi.

Pendeta gereja HKBP digugat 10 milyar rupiah di PN Jakarta

Berdasar laman Reformata.com, setelah berperkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, masing-masing dengan Nomor Perkara 77/PDT.Sus-PHI/2016/PN JKT.PST dan 158/Pdt.Sus-PHI/2016/PN JKT.PST, Merly Sagala kembali mengajukan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kisruh yang terjadi di gereja Huria Kristen Batak Prostestan (HKBP) Resort Sudirman seakan belum padam. Usai menggugat gereja, kini bekas koster itu mengajukan tuntutan perdata kepada sejumlah pendeta dan sintua di HKBP Resort Sudirman. Sebagaimana yang tertera pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), diketahui bahwa perkara dengan Nomor 77/PDT.Sus-PHI/2016/PN JKT.PST, Merly Sagala selaku ahli waris dari mendiang suaminya Sabam Sihaloho, mengugat Gereja HKBP Resort Sudirman terkait pemutusan kerja secara sepihak. Majelis hakim yang diketuai oleh Budhy Hertantiyo pada saat itu mengabulkan eksepsi tergugat dan menyatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada PN Jakarta Pusat secara absolut tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukan oleh Merly Sagala selaku penggugat. Tak puas, Merly kemudian medaftarkan gugatan baru pada tanggal 2 Juni 2016, ia mengajukan tuntutan di pengadilan yang sama terhadap HKBP Resort Sudirman. Berbeda dengan gugatan sebelumnya Merly selaku ahli waris mendiang suaminya, kini Merly mengajukan gugatan dengan mengatasnamakan dirinya sendiri. Namun upaya Merly tersebut kembali pupus. Dalam putusan sela pengadilan, dinyatakan bahwa pengadilan kembali menerima dan mengabulkan eksepsi tergugat serta menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
 Serangkaian gugatan hukum dari Merly Sagala yang awalnya ditujukan kepada gereja HKBP Resort Sudirman, dan kini menyasar kepada sejumlah pendeta dan sintuanya, membuat kuasa hukum dari HKBP Reinhard Halomoan bertanya-tanya mengenai motif yang dipersoalkan penggugat. Hal itu dikatakan Reinhard dalam pesan singkatnya kepada Reformata. “Kami prihatin sekali atas gugatan yang berulang-ulang terhadap gereja. Patut dipertanyakan apa sebenarnya target atau motif dari tindakan (hukum) tersebut,” jelas Reinhard, Selasa (6/9). Kemudian pengacara muda itu juga mempertanyakan dasar dari gugatan ataupun hubungan hukum antara penggugat dengan gereja (HKBP). Lebih lanjut dikatakan bahwa pengugat malah menyerang pribadi para pendeta. Sebagai seorang pengikut Kristus, Reinhard tetap bersyukur dengan kejadian ini, menurutnya hal ini bisa dijadikan sebagai wake-up call bagi penatalayanan di gereja khususnya HKBP. Keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (perkara di PN Jakarta Pusat) menurut Reinhard bisa dijadikan referensi atau yurisprudensi bagi kasus-kasus sejenis dikemudian hari. Dalam hal ini kata Reinhard, visi HKBP Resort Sudirman yang merupakan oase akan terwujud.
 Menurut keterangan kuasa hukum dari Merly Sagala, Jose Silitonga SH, terdapat tiga belas pekerja gereja yang digugat oleh kliennya. Mereka adalah empat orang pendeta HKBP, termasuk Praeses Distrik VIII Jakarta, dan sembilan orang Sintua (majelis gereja) di HKBP Sudirman. Nominal dari gugatan imateriil yang diajukan pun cukup fantastis, yakni senilai 10 milyar Rupiah.

Misa Yubileum 800 Tahun Ordo Pewarta (Dominikan)

“Tahun ini sungguh istimewa bagi Ordo Dominikan (OP). Perjalanan peziarahan kasih dalam karya dan pelayanan tak terasa sudah 800 tahun. Keistimewaan menjadi nyata tatkala Paus Fransiskus mengumumkan tahun ini adalah Tahun Yubileum Belas Kasih yang bertepatan dengan Tahun Yubileum Ordo Dominikan. Kehadiran dan pewartaan Ordo Dominikan selalu peduli dengan belas kasih. Belas kasih selalu menjadi bagian dari spiritualitas Dominikan. Kita dipanggil mewartakan dan menanamkan Belas Kasih Allah dalam kehidupan umat seperti yang dimulai Santo Dominikus dan para pengikutnya 800 tahun lalu.” Kata-kata itu diungkapkan oleh Vikjen Keuskupan Purwokerto Pastor Tarcisius Puryatno Pr dalam Kata Pengantar Misa Yubileum 800th Ordo Pewarta dengan tema “Sent To Preach the Gospel” yang dipimpin Uskup Bandung, yang juga Uskup untuk Kongregasi Suster-Suster Santo Dominikus di Indonesia, Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC, di Katedral Purwokerto, 28 Agustus 2016, kabarnya laman penakatolik.com (Ordo Katolik ini didirikan oleh St. Dominikus pada th 1214 di Toulouse, Prancis dan diakui Paus pada 1216, - nota oleh Dr. Igor Popov). Misa itu dihadiri sekitar 600 orang. Sebanyak 65 di antaranya adalah Dominikan Awam dari Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Cirebon, 71 Suster OP dari Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bandung, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Purwokerto, Keuskupan Surabaya dan Keuskupan Larantuka. Para konselebran adalah Uskup Purwokerto Mgr Julianus Sunarka SJ, Vikjen Purwokerto Pastor Tarcisius Puryatno Pr, Kepala Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto Pastor Bonifasius Abbas Pr, Rektor Skolastikat SCJ Yogyakarta Pastor FX Tri Priyo Widarto SCJ, Direktur Spiritualitas MSF Salatiga Pastor Margo Murwanto MSF dan Dosen STT Pastor Bonus Pontianak Pastor Johanes Robini Marianto OP. Hadir juga wakil Bupati Banyumas, Jawa Tengah, dr Laurentius Budhi Setiawan.
 Mgr Sunarka menyambut baik karya-karya Ordo Pewarta selama 800 tahun, khususnya karya-karya di Keuskupan Purwokerto dan Indonesia. Tahun 1931, cerita uskup, suster-suster OP mulai berkarya di Cilacap, yang masuk wilayah keuskupannya. Kemudian sekelompok suster yang sudah ada lebih dahulu meminta para suster OP menangani bahkan mengambil alih sekolah yang mereka garap. Tahun 1938 jumlahnya jadi 11 orang. Keadaan perang memaksa pusat kongregasi berpindah-pindah, dan akhirnya tiba di Keuskupan Bandung. Para suster OP pun menjadi “putri khusus” Keuskupan Bandung dan sekarang “Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC menjadi pimpinan (uskup) para suster OP seluruh Indonesia,” kata Mgr Sunarka. Menurut data provinsialat, kongregasi itu menjadi mandiri di bawah Keuskupan Bandung, 12 Desember 1987.

Harga Hewan Kurban di Denpasar Meroket

Seperti diberitakan di laman Republika.co.id, harga hewan kurban, khususnya kambing kurban mulai meroket. Kambing kurban dengan berat 25 kilogram hidup yang biasanya dijual sekitar Rp 1,3 juta, kini dibandrol Rp 2,5 juta. Sementara sapi Bali yang biasanya dibandrol Rp 13 juta untuk berat 350 kilogram, kini Rp 17 juta.
 "Kami menjual sesuai dengan harga belinya. Kalau membeli dari peternak sudah tinggi, ya kami jual lebih mahal," kata Sahirin, penjual daging kurban di kawasan Denpasar Barat. Dikatakannya, dia secara rutin menjual kambing kurban setiap menjelang Idul Adha bekerjasama dengan sejumlah masjid. Harga jadi lebih mahal kata pria asal Kabupaten Jembrana itu, karena di Denpasar dia harus menyewa kandang, membeli makanan untuk hewan kurban serta membayar karyawan yang mau menjaga hewan kurban. "Makanya, harga hewan kurban di Denpasar jadi mahal bila dibandingkan dengan harga di desa atau di tingkat peternak," katanya menerangkan. Warga Denpasar, M Yamin mengatakan, dia sudah mengantisipasi kenaikan harga hewan kurban setiap Idul Adha. Karena itu jelasnya, jauh-jauh hari dia telah menyiapkan hewan untuk berkurban bersama keluarga. "Kalau yang berkurban berjumlah tujuh orang, kami patungan membeli sapi. Kalau tidak cukup orangnya, kami membeli kambing," katanya.

Ulang Tahun ke-90 Misionaris Keluarga Kudus (MSF) di Indonesia

Misionaris Keluarga Kudus (MSF) adalah persaudaraan kebiaraan aktif dari Gereja Katolik yang didirikan pada th 1895 oleh imam Jean-Baptiste Berthier dari kongregasi Misionaris Notre Dame de La Salette (MS) di Belanda dan diakui Paus pada th 1911. MSF dipimpin Superior Jenderal yang bertempat di Roma. Kongregasi ini mengutamakan misi di daerah-daerah yang sulit dan membina keluarga-keluarga Katolik. Di Indonesia para misionaris tiba pada th 1926, berkarya di paroki-aroki serta biara-biara di dua provinsi misi, y.i. Kalimantan dan Jawa.

Kemendagri Imbau Penganut Agama di Luar Undang-Undang Tidak Memaksa Menulis Agama di e-KTP

Mengikut laman tribunnews.com, Kementerian Dalam Negeri mengatakan permasalahan kolom agama di KTP Elektronik atau e-KTP terkait implementasi. Hal tersebut berimbas kepada si penganut untuk mendapatkan e-KTP. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan permasalahan tersebut biasanya kerap dialami masyarakat yang menganut agama di luar agama Konghucu, Budha, Hindu, Protestan, Katolik, dan Islam.
 "Kalau memang ada bagian dari masyarakat yang kesulitan mendapatkan KTP seperti Ahmadiyah, Sunda Wiwitan, sesungguhnya itu masalah impelementasi. Bisa dikosongkan," kata Zudan saat bertemu dengan komisioner Ombudsman RI di Ombudsman, Jakarta, Kamis (1/9/2016). Masalahnya, kata Zudan, penganut di luar enam agama terbesar di Indonesia meminta agar agamanya ditulis di kolom agama e-KTP. Sementara petugas di lapangan tidak bisa memenuhi lantaran takut melanggar undang-undang. "Silahkan saja dipenuhi aturannya pasti KTP-nya terbit. Yang sering kali tidak mau adalah memaksa. 'Saya harus ditulis sunda wiwitan'. Nah ini petugasnya nggak berani melanggar undang-undang," kata dia. Menurut Zudan, pengosongan kolom agama di luar enam agama itu sesungguhnya hanya terjadi di e-KTP yang dicetak. Data agama seseorang tersimpan di dalam basis data.

Seren Taun Sunda Wiwitan, Cigugur (Sumber foto: foto.kompas.com)

MUI Bali: Umat Islam Hidup Berdampingan Dengan Penganut Agama Lain

Komisi Pengembangan Al-Quran dan Pemberdayaan Masjid MUI Provinsi Bali Khomsun Imtihan mengatakan, umat Islam yang jumlahnya minoritas di Bali selalu terbuka dengan penganut agama lain. “Bali mungkin menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang antar umat beragamanya bisa hidup berdampingan dengan cukup baik,” kata Khomsun kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) (mirajnews.com), Kamis (1/9). Khomsun menilai, kehidupan antar umat beragama di Bali berjalan cukup baik, di mana yang minoritas tidak mengganggu yang mayoritas dan yang mayoritas juga bisa menyayangi yang minoritas. Hal itulah yang membuat kehidupan antar umat beragama dapat berjalan dengan baik sampai saat ini, katanya. Memang, kata Khomsun selanjutnya, perbedaan itu ada, namun tidak sampai kepada hal-hal yang kurang baik apalagi sampai berbuat anarkis. “Penganut Islam di Bali kebanyakan adalah penduduk luar Bali yang menetap di sana sejak zaman kerajaan, sedangkan mayoritas penduduk aslinya tetap beragama Hindu dan Budha serta sebagian ada pula yang mualaf berpindaj memeluk agama Islam,” ujarnya. Menurut dia, diskriminasi yang biasa terjadi di kalangan minoritas juga sudah mulai berkurang di Bali, larangan pemakaian jilbab yang pernah ada juga sudah tidak sepeti dulu lagi. “Secara ajaran agama sebenararnya tidak ada masalah, hanya saja terkadang toleransi yang cukup baik ini diganggu oleh kepentingan politik yang mengatasnamakan agama serta adanya pergeseran pemikiran masyarakat dari tidak hedonis menjadi hedonis, dari tidak materelialistis menjadi materelialistis, yang terjadi seiring perkembangan zaman.” “Hal tersebut juga turut mempengaruhi kerukunan umat beragama,” pungkas dia.