Kesepakatan Pastoral Migran dan Perantau Antarkeuskupan di Flores

PERTEMUAN pastoral lintas keuskupan selama empat hari (2-5 Oktober) yang membahas masalah migran dan perantau menghasilkan beberapa kesepakatan yang akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Melayu. “Ada tiga bagian, yaitu campur tangan pastoral bagi para migran di keuskupan-keuskupan asal di Flores, keuskupan Tanjung Selor sebagai tempat transit, dan tiga keuskupan tujuan migrasi di Malaysia yaitu Keuskupan Kota Kinabalu, Sandakan, dan Keningau,”
ujar Komisi Migran dan Perantau Keuskupan Agung Ende Rm. Edu Raja Para, Pr usai pertemuan dengan perwakilan dari beberapa keuskupan di Mataloko, Flores, Nusa Tenggara Timur, seperti dilansir dari sesawi.net, Kamis (5/10). Kesepakatan yang sudah dirumuskan dan dibacakan pada sesi akhir pertemuan itu antara lain : Keuskupan-keuskupan asal memandang perlu adanya gerakan bersama sebagai gereja kaum migran karena belum semua perangkat pastoral menjadikan isu migran sebagai karya pastoral bersama. Perlu juga dibentuk satu paroki migran di setiap keuskupan sebagai contoh. Dengan demikian paroki-paroki lain bisa belajar tentang pastoral migran dan perantau. Di paroki migran ini perlu ada kegiatan antara lain katekese tentang migrasi aman dan legal, dan pemahaman menjadi perantau bermartabat. Keuskupan-keuskupan asal migran juga sepakat membentuk  desk migran dan perantau serta melanjutkan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga-keluarga migran.
 “Desk Migran dan perantau dikoordinasi oleh Pusat Pastoral dan Komisi Migran dan Perantau. Sedangkan pemberdayaan ekonomi dilakukan dalam kerja sama dengan Komisi PSE dan lembaga Caritas,”ujar Edu. Keuskupan transit, diharapkan dapat memusatkan perhatian pastoral  bagi tenaga kerja yang tinggal sementara sebelum mereka pergi ke Malaysia atau kembali ke kampung asal. Terhadap para tenaga kerja itu, disepakati pembangunan paroki migran, rumah singgah, dan rumah advokasi di daerah perbatasan “Keuskupan Tanjung Selor akan mengoptimalkan paroki migran di daerah perbatasan, yaitu di Nunukan khususnya. Selain itu, disepakati juga pembangunan rumah singgah dan rumah advokasi. Ini untuk membantu para migran baik yang akan pergi ke Malaysia maupun yang akan pulang,”ujar Edu. Sementara keuskupan tujuan, jelas Edu, sepakat mengirim tenaga pastoral untuk melayani para migran. Lewat forum ini, dibuatlah nota kesepahaman (MoU) dengan paroki-paroki di Flores untuk mengirim imam, suster, dan katekis. “Masalah yang dihadapi keuskupan tujuan adalah keterbatasan tenaga pastoral. Karena itu, perlu dibuat MoU dengan keuksupan-keuskupan di Flores. Mereka mesti memberdayakan tenaga katekis awam sehingga para migran juga bisa menjadi pengajar iman,”kata Edu. Mengenai tenaga pastoral, Utusan Keuskupan Keningau Mgr. Gilbertus Joseph Engan mengakui hal ini.  
 Terbatasnya tenaga pastoral menjadi persoalan utama yang dihadapi keuskupan-keuskupan di Malaysia yang menjadi tujuan para migran. Karena itu, kerja sama dengan keuskupan-keuskupan di Flores diharapkan bakal meningkatkan pelayanan pastoral bagi para migran di tempat mereka bekerja. “Karena itu, yang pertama perlu MoU antara keuskupan asal, transit, dan keuskupan tujuan. Kalau sudah ada MoU, lebih mudah mengatur pastor, katekis atau suster untuk membantu melayani migran di Sabah,” kata Mgr. Gilbert. Kerja sama dengan keuskupan – keuskupan asal para migran, lanjut Mgr. Gilbert, tidak hanya untuk pelayanan sakramen bagi para migran di keuskupan tujuan. Bidang-bidang lain dari pelayanan pastoral bagi para migran juga dapat dilakukan jika ada komunikasi yang lancar antarkeuskupan. “Banyak informasi yang bisa saya pelajari dari pertemuan ini. Tentang migran ini awalnya saya hanya berpikir soal baptis, perkawinan dan sakramen-sakramen lain. Ternyata jauh lebih mendalam dan luas dari itu. Kerja sama akan melicinkan pengurusan soal-soal dokumen, dan pelayanan pastoral lainnya,” kata utusan keuskupan Keningau itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar