Sempe dan Sampah Plastik Sebagai Wujud Rekonsepsi Simbol Agama

Perayaan Natal Sinode Gereja Protestan Maluku berlangsung di Klasis GPM Pulau – Pulau Lease (05/01) yang digelar oleh Panitia Haris Besar Gerejawi Tingkat Sinode GPM di Ketuai oleh Bapak R.Manuhutu yang adalah Sekretaris DPRD Provinsi Maluku.
Perayaan hari besar agama adalah suatu perbuatan simbolik. Simbol adalah bentuk praksis dari pesan bermakna milik komunitas pembuat dan pemiliknya. Dalam dunia agama, simbol lalu dikitari oleh konsepsi sakral dan magis. Padahal simbol itu adalah wujud dari cara masyarakat membahasakan pesan secara material sehingga menjadi tanda yang memiliki tujuan khas. Mengikut pemberitaan dari laman "sinodegpm.org", Perayaan Natal Sinode GPM dihadiri oleh Ketua Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM Pdt.Dr.J.Chr.Ruhulessin,M.Si, para Ketua Klasis ; Kota Ambon, Pulau Ambon, Pulau Ambon Timur, Klasis Pulau-Pulau Lease, Klasis Buru Utara dan para pendeta se Klasis Pulau-Pulau Lease. Dari unsur pemerintah hadir Gubernur Maluku yang diwakili oleh Maritje Lopulalan, Asisten II Bidang Kesejahteraan Sosial dan Administrasi Setda Maluku, Eky Sairdekut (Anggota DPRD Maluku), Wellem Wattimena (Anggota DPRD Maluku), juga para undangan lainnya. Semua simbol di dalam agama, termasuk istilah atau slogan, menjadi penting bagi pemangkunya. Ketika simbol itu direproduksi secara kontekstual, terkadang terbangun beberapa aspek dan tujuan yang khas. Pertama, makna dasar dari simbol itu tetap dipelihara sebagai konsep utama untuk memelihara legitimasi atau kesakralan simbol itu. Misalnya ketika pohon natal dibuat dari berbagai macam bahan, modelnya tetap dan tidak berubah. Pohon natal tanpa lampu kelap kelip pun tidak utuh disebut pohon natal. Lampu kelap kelip tanpa pohon natal pun demikian. Kedua, reproduksi kontekstual suatu simbol mengandung pesan dan tujuan kekinian. Di sini pesan diproduksi menurut kepentingan pemberi makna simbol. Dengan sendirinya penggunaan suatu unsur material untuk membentuk simbol disesuaikan dengan pesan yang mau diserukan. Ketiga, komunitas pemberi makna menjadikan simbol itu sebagai nilai pembentuk perilaku (attitude) komunitas. Artinya pesan khusus simbol harus terungkap dalam praksis bermasyarakat, urai Maspaitella menjelaskan makna pesan dari simbol empirik di dalam agama, ungkap Pdt. E T Maspaitella, M.Si (Sekretaris Umum MPH Sinode GPM)

 Sempe adalah jenis kerajinan gerabah asal Negeri Ouw, Pulau Saparua, Maluku Tengah. Sempe dibuat dari tanah liat yang dibentuk dan dibakar dalam tungku kayu. Sempe adalah simbol kemakmuran orang Ouw sekaligus perkakas ekonomi rumahtangga utama masyarakat Maluku (Tengah). Sebab sempe adalah wadah untuk “tuang papeda”, makanan pokok orang Maluku. Hari ini, susunan sempe dibuat membentuk pohon natal sebagai simbol khas kekristenan di masa perayaan Natal. Ide untuk membuatnya muncul dengan tujuan untuk mengingatkan jemaat dan Gereja Protestan Maluku secara khusus bahwa pemberdayaan ekonomi rumah tangga harus terus dipacu karena Tuhan selalu beserta orang-orang yang giat bekerja.
 Di sisi lain bahwa kita hidup dari berkat yang sudah Tuhan sediakan di dalam rumah, di negeri, di kota dan di bangsa kita sendiri. Itu bukti penyertaan Tuhan. Sedangkan sampah plastik adalah buangan yang kemudian diambil dan dirangkai menjadi “gusepa”, alat transportasi tradisional di Maluku. Selain itu gusepa juga sering menjadi alat permainan anak-anak di pesisir dan bantaran sungai. Dalam beberapa cerita migrasi leluhur yang kemudian melahirkan ikatan pela/gandong, gusepa menjadi alat transportasi leluhur. Kini gusepa dari sampah plastik itu menjadi altar pelayanan liturgis dalam perayaan Natal Sinode GPM (5/1-2018). Pesan yang mau disampaikan ialah perhatian gereja pada kelestarian dan kebersihan lingkungan. GPM di tahun 2018 memberi fokus pada advokasi hak hidup manusia dan alam. Sebab itu daur ulang sampah plastik merupakan salah satu wujud dari upaya tersebut. Malah Klasis GPM Pulau-pulau Lease sebagai lingkungan (habitus) di mana simbol ini direproduksi telah melakukan kerjasama dengan Yayasan Green Moluccas serta Universitas Pattimura untuk memproduksi sampah menjadi komoditi bernilai ekonomi. Suguhan kedua simbol itu membuat Natal memiliki makna yang khas, yang kiranya melahirkan mentalitas yang baru kepada umat, yakni pemberdayaan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup, pungkas Maspaitella mengurai Nilai di balik simbol sempe dan sampah plastik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar