Grace Natalie Sindir Golkar dan PDIP soal Perda Syariah

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mempertanyakan sikap Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang terlibat aktif dalam pengesahan 443 Perda Syariah di Indonesia.

Mengikut pemberitaan dari laman "Kumparan.com", Grace memastikan pernyataannya ini hanya merujuk pada hasil penelitian yang ditulis Michael Buehler, Guru Besar Ilmu Politik Nothern Illinois University. Dalam bukunya, "The Politics of Shari’a Law: Islamist Activist and the State in Democratizing Indonesia", Buehler menyebutkan, 443 Peraturan Daerah Syariah yang diadopsi dalam kurun 1998 dan 2013, diterapkan di sejumlah provinsi, yakni Jawa Barat (103), Sumatera Barat (54), Sulawesi Selatan (47), Kalimantan Selatan (38), Jawa Timur (32) dan Aceh (25). Buehler juga mencatat bahwa bukan partai islamis yang merancang aturan ini, melainkan partai nasionalis seperti PDIP dan Golkar. "Bagaimana mungkin disebut partai nasionalis, kalau diam-diam menjadi pendukung terbesar Perda Syariah?" ujar Grace di hadapan ribuan kader PSI di acara Festival 11 PSI di Medan, Senin (11/3). "Dari  penelitiannya menyimpulkan bahwa PDI Perjuangan dan Golkar terlibat aktif dalam merancang, mengesahkan, dan menerapkan 443 Perda Syariah di seluruh Indonesia. Penelitian Robin Bush juga menyimpulkan hal yang sama. Ini bukan saya, lho, yang bilang. Saya hanya membacakan kesimpulan riset ilmiah," sambungnya. Grace menganggap persatuan nasional tidak cukup ditegakkan dengan hanya meneriakkan kata 'merdeka'. Bagi Grace, kata itu akan efektif digunakan jika Indonesia betul-betul bebas dari persekusi dan diskriminasi.   Grace lalu juga menyindir keberadaan partai-partai nasionalis yang secara tak langsung mendiskriminasi kaum minoritas di Indonesia. Salah satunya terhadap kasus Meliana, perempuan yang dipenjara karena mengeluhkan pengeras suara azan dari Masjid Al Maksum Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada Juli 2016. Dan sederet kasus diskriminasi yang diklaim Grace hanya partainya yang lantang menentang. Misalnya, peristiwa penyegelan tiga gereja di Jambi pada 27 September 2018, lantaran ada ancaman dan desakan massa. "Ke mana kalian ketika rumah Ibu Meliana dibakar,  pada saat anak-anaknya ada di dalamnya? Apa yang kalian lakukan ketika Meliana justru divonis bersalah dua tahun penjara? Kenapa cuma PSI yang mengirim kader menemui Ibu Meliana? Kenapa hanya Sekjen PSI Raja Juli Antoni, yang menjenguk Ibu Meliana di penjara, pada 5 Februari lalu. Hanya saya, ketua umum partai, yang datang menjenguk Ibu Meliana pagi ini," ungkapnya. "Lalu mana suara partai nasionalis lain ketika pada 17 Desember 2018, nisan kayu salib dipotong dan prosesi doa kematian seorang warga katolik ditolak massa.  Hanya PSI yang mengecam," tuturnya. Tak berhenti sampai di situ, Grace juga mempertanyakan mengapa partai nasionalis di Senayan ikut mengambil inisiatif meloloskan Rancangan Undang Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama di program Legislasi Nasional (Prolegnas). "Kami mempersoalkan rancangan ini karena berpotensi membatasi sekolah minggu, yang selama ini diatur secara otonom oleh gereja. Lolosnya RUU ini melukai rasa keadilan umat Kristiani. Saya jadi bertanya-tanya,  kenapa partai nasionalis dan Islam moderat abai dan tega meloloskan rancangan ini?" imbuh Grace. Belum lagi minimnya dukungan kepada organisasi Nadhlatul Ulama yang merekomendasikan untuk tidak menggunakan istilah kafir kepada kelompok non-muslim. "Bukankah ini keputusan penting untuk menghapus praktik diskriminasi? Kenapa cuma PSI yang mengapresiasi NU? apa sikap Partai Nasionalis lain? Kenapa takut bersuara? atau kalian memang tidak peduli?" pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar