Gereja Katolik Indonesia hadapi kekurangan guru agama

Permintaan untuk katekis tetap tinggi di Jawa Tengah dan di banyak bagian lain di negara ini. Namun, jumlah guru agama Katolik telah menurun karena penuaan dan kurangnya minat di kalangan kaum muda. Menurut Kementerian Agama, kabarnya laman indonesia.ucanews.com, sekitar 90 persen dari 815 guru agama Katolik di Jawa Tengah akan mencapai usia pensiun dalam empat tahun ke depan. Sulardi Paulinus, Dirjen Bimas Katolik Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, mengatakan bahwa jika tidak ada upaya untuk meningkatkan jumlah mereka, tahun 2020, akan mengalami kekurangan 100 katekis aktif, dan kini semua berusia lebih dari 40 tahun. “Kita perlu guru agama lebih banyak untuk menggantikan mereka yang pensiun,” kata Paulinus. “Juga, beberapa sekolah dengan siswa Katolik tidak memiliki guru agama di sana.” Pastor Yustinus Joko Wahyu Yuniarto, ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Semarang, sepakat dengan Paulinus, mengatakan Gereja membutuhkan lebih banyak guru untuk menyebarkan pesan Kristus kepada anak-anak dan bimbingan. “Katekis tidak hanya bekerja untuk mentransfer pengetahuan mereka kepada para siswa, tetapi juga menghidupkan iman mereka,” lanjut Pastor Yuniarto. “Bahkan beberapa guru mengajar tanpa dibayar.”
 Keuskupan Agung Semarang memiliki dua pusat pelatihan guru: Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik Santo Fransiskus Assisi dan Universitas Katolik Sanata Dharma. Suster Maria Bertha OSF, direktur Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik Santo Fransiskus  Assisi, mengatakan jumlah orang muda yang mendaftar setiap tahun rendah. “Di sisi lain permintaan (umat) untuk guru agama tinggi setiap tahun,” katanya. Demikian pula, Pastor F.X. Heryatno Wono Wulung, dekan Fakultas Pendidikan Katolik di Sanata Dharma di Yogyakarta, mengatakan bahwa kaum muda kurang tertarik untuk belajar tentang agama. “Karena ada kekurangan guru agama, terutama di sekolah-sekolah negeri, mereka tanpa pelatihan yang baik untuk mengajarkan agama Katolik,” katanya. Beberapa sekolah mempekerjakan mantan biarawati, frater atau bruder untuk mengajar agama tanpa menguji pengetahuan mereka sebelumnya. “Tapi, kita tidak bisa menyalahkan siapa pun karena kita kekurangan guru terlatih,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar