Pembangunan Masjid Agung di Papua yang tertolak bakal terus jalan

Berdasar laman wahidfoundation.org, ketegangan terhadap Masjid Agung Baiturrahim di Wamena Kabupaten Jayawijaya, Papua, dipicu Pernyataan Persekutuan Gereja Gereja Jayawijaya (PGGJ) pada 25 Februari yang menolak pendirian Masjid Agung Baiturrahim. Dalam pernyataan itu ada bumbu informasi bahwa umat Islam bakal membangun masjid berlantai empat dengan menara setinggi 70 meter. Lebih tinggi dari patung Yesus Kristus yang berada di depan kantor kabupaten. Pernyataan beredar viral lewat pesan singkat dan media sosial.
 Pernyataan itu aksi balasan terhadap pernyataan Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah Papua yang menyebut PGGJ organisasi ilegal. Mereka meminta polisi menangkap pendeta Kristen yang telah menandatangani pernyataan yang menyerukan pelarangan pembangunan masjid. “Kalau masjid yang sudah mendapat izin ini dihentikan, kami akan ganti kopiah hitam ini dengan peci putih dan kita berperang,” kata Ustad Haji Kahar Yelipele Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Jayapura kepada saya.
 Pada 17 September digelar Workshop dan Konsultasi Publik Jaminan Kebebasan Beragama Berkeyakinan di Hotel Sahid Jayapura, kegiatan yang digelar atas kerjasama Wahid Foundation dan PaPeDA Institute. Dalam forum itu membicarakan antara lain: Kapolda Papua Paulus Waterpauw, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Hinsa Siburian, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua Uskup Leo Laba Ladjar, Bupati Jayawijaya John Wempi Wetipo, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Jayawijaya (PGGJ) Abraham Ungirwalu dan pemuka agama Kristen lainnya dan para pemimpin Muslim. Termasuk Ustad Kahar.
 John Wempi Wetipo mengambil keputusan pembangunan masjid bakal terus jalan. Ia mengizinkan adanya renovasi bangunan dua lantai, bukan empat lantai. Ketegangan tak meledak jadi kekerasan dan konflik berdarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar